Jumat, 05 Februari 2010

Internet dan industri seks saling bahu membahu

Bagaimana memberantas pornografi? Tindakan keras atas industri VCD porno seperti bermain petak umpet dengan pelakunya. Belum lagi memperhitungkan buku-buku stensilan, gambar-gambar menggiurkan yang dijual bebas nyaris di semua penjuru kota. Dan satu lagi: akses internet seperti bahu membahu saling menyokong dengan industri pornografi.

Tak banyak yang sadar, adalah situs-situs penyedia jasa seks virtual yang pertama kali mengembangkan internet dan fungsi multimedianya. Mereka pioner kreatifitas teknologi dengan merekam gambar-gambar dalam video dan kemudian menjualnya melalui keanggotaan situs dimaksud dengan bayaran tertentu.
Tanpa banyak bicara, mereka jugalah yang pertama mengembangkan teknologi video streaming melalui internet, demi kebutuhan mereka sendiri.
Industri seks maya itu pula yang mengembangkan call centre semacam mekanisme komunikasi dua arah yang memungkinkan pengguna jasa dan penyedia saling menemukan kebutuhan mereka. Yang pertama menemukan jasa pornografi secara verbal, yang terakhir membutuhkan keanggotaan dan konsumen yang fanatik.
Inilah yang dinamakan simbiosa mutualistis antara industri seks virtual dan internet, sama-sama saling membutuhkan dan saling membantu.
Itu baru dari segi teknologi. Tak adakah yang tahu bahwa akses terhadap situs-situs seks sebegitu besarnya sehingga menghasilkan nilai omset setara dengan 1,3 miliar dolar Australia setahunnya, tulis Paul Ham, penerbit majalah ebusiness www.businessgene.com, dalam sebuah tulisan di Sydney Morning Herald.
Nilai sebesar itu hanya bisa ditandingi oleh industri makanan ‘antri-bawa’ (takeaway food) di seantero negeri kanguru itu jika mereka dikumpulkan menjadi satu.
Tahukah pula Anda bahwa baru-baru ini seorang konsultan keamanan komputer yang disewa untuk membenahi masalah itu di dalam Gedung Putih menemukan adanya akses internet dalam jumlah besar dari dalam lokasi terhormat itu terhadap situs-situs pornografi yang menyediakan jasa tayangan streaming video secara real-time?
Sejumlah besar arsip video pornografis itu diketahui berhasil menembus masuk ke dalam Gedung Putih, padahal file-file itu harus melewati firewall yang tentu saja sudah terhitung sangat canggih untuk ukuran Amerika guna melindungi kemungkinan tersusupinya sistem komputer kepresidenan, termasuk oleh mereka yang bersembunyi di balik jasa situs-situs porno.
Apa isi video itu dan siapa pengguna yang memanggil file-file dimaksud? Video itu diketahui memperlihatkan adegan-adegan hubungan homoseksual, gambar-gambar senggama manusia dengan binatang dan seks di bawah umur, hal-hal yang memalukan untuk ukuran Gedung Putih.
Penggunanya? Sejumlah nama pejabat penting di sana, dan beberapa di antaranya adalah wanita.
Tidaklah mengejutkan seberapa besar kenaikan peran serta wanita dalam industri seks dimaksud, sebatas konsumen tentu saja. Menurut Ham, dibandingkan 10 tahun silam, saat mana kaum wanita hanya mengkonsumsi kira-kira 10% saja dari produk-produk pornografi online, sementara hari ini jumlahnya meningkat menjadi melebihi 40%. Itu bisa dimengerti karena kehadiran wanita di sex shop secara fisik masih dipandang dengan sebelah mata, sehingga akses secara online dan anonim memberi pertolongan yang diperlukan.
Angka di atas itu tidaklah mengherankan. Lebih dari setengah dari 100 situs favorit para CEO Amerika, termasuk wanita, adalah hard-core adult sites. Jadi bagaimana hendak memberantas pornografi bila permintaannya ternyata begitu besar. Barangkali istilah ‘pornografi’ itu sendiri yang harus diganti karena mengandung bias moral yang tidak pada tempatnya dan ketinggalan zaman?
Di Australia, larangan akan penjualan video-video dengan kandungan pornografis maupun layanan video online ditanggapi dengan mendirikan situs-situs dewasa seperti sharonausten.com dan AdultShop.com di luar yurisdiksi negeri itu. Dan sebagaimana kebanyakan industri serupa lainnya, mereka mendirikan situs-situs itu di Amerika Serikat, jauh dari jangkauan tangan aparat penegak hukum negeri sendiri.
Sementara itu di Jerman, sebuah pengadilan baru-baru ini memutuskan bahwa para pekerja berjenis kelamin perempuan di sebuah portal seks berhak untuk mendapatkan kesetaraan sebagaimana para pekerja lainnya, misalnya tunjangan-tunjangan sosial dan hak-hak karyawan lainnya. Sebelumnya, dengan beralasan bahwa industri seks tidak akan pernah mati, pemilik portal seks itu membayar para stafnya dengan tarif ‘freelance’.
Itu belum apa-apa. Sharon Austen, pemilik satu dari dua situs dewasa terkenal di Australia itu, merencanakan akan memasuki pasar modal (initial public offering) dalam waktu dekat dan mengincar keuntungan sebesar 100%. Ketujuh stafnya juga akan mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan dari pasar modal itu.
Pekerja seks itu, yang dulu disebut-sebut sebagai profesi paling tua di muka bumi, kini sudah menjelma menjadi sebuah industri raksasa yang menggurita dan mengundang setiap pemilik modal untuk berpartisipasi. Jadi, bagaimana memberantas pornografi? [mgh]

Tidak ada komentar: