Publikasi Centro de Informacin Documentacion (CINDOC) yang dijadikan referensi kualitas lembaga pendidikan tinggi dunia, The World Universities 'Ranking on the Web, baru saja dikomunikasikan kepada masyarakat luas. Bagi kelompok masyarakat pendidikan, publikasi itu memang telah ditunggu-tunggu.
Dalam publikasi tersebut, 5 ribu perguruan tinggi berkelas dunia sengaja disusun berurutan berdasarkan pada aksesabilitas dan visibilitas pendidikan melalui internet. Semakin tinggi aksesabilitas dan visibilitas pendidikan sebuah perguruan tinggi semakin tinggi pula peringkat yang diperoleh. Sebaliknya, semakin rendah aksesabilitas dan visibilitas pendidikan sebuah perguruan tinggi semakin rendah pula peringkat yang diperoleh.
Sebagaimana diduga, peringkat papan atas didominasi perguruan tinggi yang berkiprah di Amerika Serikat (AS). Sebanyak 104 atau 52 persen dari 200 perguruan tinggi papan atas adalah perguruan tinggi yang berkiprah di AS.
PTS Indonesia
Apakah yang menarik dari publikasi CINDOC tersebut? Salah satu yang menarik perhatian adalah banyaknya perguruan tinggi swasta (PTS) Indonesia yang bertengger di dalamnya.
Kalau dicermati, di antara 5 ribu perguruan tinggi berkelas dunia, 33 adalah perguruan tinggi Indonesia, seperti UGM Jogjakarta di ranking ke-623, ITB Bandung ke-676, dst, s/d Universitas Jember ke-4.780 dan Unnes Semarang ke-4.800.
Keberhasilan kita memasukkan 33 lembaga dalam daftar 5 ribu perguruan tinggi berkelas dunia pantas diapresiasi. Mengapa? Sebab, angka 33 adalah di atas rata-rata. Kalau dunia ini terdiri atas sekitar 175 negara, maka setiap negara ''kebagian" 29 perguruan tinggi; dan Indonesia berhasil mendongkrak angka tersebut menjadi 33.
Jika dicermati, setidaknya, 11 di antara 33 perguruan tinggi Indonesia tersebut ialah PTS, yaitu Universitas Gunadarma ke-1604, Petra Surabaya ke-2013, Bina Nusantara ke-3026, Budi Luhur ke-3338, Sanata Darma ke-3467, Duta Wacana ke-3669, UII ke-3821, Maranatha ke-3983, Parahyangan ke-4394, Mercubuana ke-4430, dan Atma Jaya Jakarta ke-4623.
Keberhasilan PTS masuk dalam daftar 5 ribu perguruan tinggi berkelas dunia tersebut tidak hanya membuktikan bahwa kualitas pendidikan PTS tidak selalu kalah dibandingkan PTN, tetapi sekaligus membuktikan kerja keras masyarakat penyelenggara pendidikan tinggi mampu mengantarkan lembaganya sampai ''puncak takhta" yang kualitasnya diperhitungkan oleh masyarakat dunia.
Universitas Petra Surabaya, misalnya, meskipun lokasi kiprahnya ada di Surabaya, tetapi menjadi dikenal dan diakui masyarakat AS, Eropa, Jepang, dan negara-negara lain pada umumnya. Keadaan ini berlaku sama bagi Universitas Gunadarma Jakarta, Universitas Parahyangan Bandung, serta PTS lain yang terpampang dalam daftar 5 tibu perguruan tinggi dunia.
Perhatian Pemerintah
Diakui atau tidak, masuknya beberapa PTS ke dalam daftar perguruan tinggi terbaik dunia itu sedikit banyak telah membawa nama baik Indonesia di mata masyarakat dunia. Dengan kenyataan seperti ini, wajar jika pemerintah memberikan penghargaan terhadap PTS tersebut; apalagi menteri pendidikan telah berharap agar PTS mampu meningkatkan mutu sehingga diakui masyarakat dunia.
Pak Bambang Sudibyo selaku menteri pendidikan pernah menyatakan harapannya agar PTS Indonesia masuk dalam jajaran perguruan tinggi kelas dunia. Lebih lanjut beliau menyatakan, pemerintah Indonesia mendorong sebanyak mungkin adanya perguruan tinggi Indonesia, baik PTN maupun PTS, menjadi berkelas dunia.
Pernyataan tersebut pada mulanya sempat memotivasi para pengelola PTS untuk mengantarkan lembaganya menjadi berkelas dunia; tetapi motivasi tersebut sempat menjadi kendur manakala dalam realitasnya hanya PTN berkelas dunia yang mendapat penghargaan.
Tahun lalu, Mendiknas memberikan penghargaan berupa Anugerah Anindyaguna kepada tujuh perguruan tinggi yang berprestasi, yaitu UGM Jogjakarta, ITB Bandung, UI Jakarta, Undip Semarang, Unair Surabaya, IPB Bogor, dan UT. Mereka itu berprestasi karena berhasil menembus daftar universitas kelas dunia, khusus UT dianggap berprestasi atas keberhasilannya meraih pengakuan internasional dalam bentuk sertifikat akreditasi dari International Council for Open and Distance Education (ICDE).
Pemberian anugerah tersebut sangat bagus karena memberi motivasi bagi pengelola perguruan tinggi untuk lebih meningkatkan prestasinya. Permasalahannya menjadi lain ketika seluruh perguruan tinggi yang diberi penghargaan adalah PTN dan tidak satu pun ada PTS-nya.
Agar terjadi prinsip keadilan, maka pemberian penghargaan atau pun anugerah seperti itu perlu ''diratakan" ke PTS yang berprestasi; apalagi secara faktual banyak PTS yang peringkatnya di atas PTN. Ilustrasi riilnya, peringkat Universitas Petra Surabaya di atas IPB Bogor dan Unibraw Malang, peringkat Universitas Bina Nusantara Jakarta di atas Undip Semarang dan Unhas Makassar, dan sebagainya.
Bagi para pengelola PTS, pencapaian peringkat perguruan tinggi berkelas dunia memang tidak dimaksudkan untuk mendapatkan penghargaan dari pemerintah; tetapi lebih dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas agar dapat memberikan pelayanan pendidikan yang lebih akuntabel kepada masyarakat luas. Meskipun demikian, seandainya pemerintah mau memberikan penghargaan, itu akan lebih meningkatkan motivasi usaha peningkatan kualitas tersebut.
*. Prof Dr Ki Supriyoko, mantan rektor Universitas Tamansiswa Jogjakarta, wakil presiden Pan-Pacific Association of Private Education (PAPE) di Tokyo, Jepang
Rabu, 18 Februari 2009 ]
Mengapresiasi PTS Berkelas Dunia
Publikasi Centro de Informacin Documentacion (CINDOC) yang dijadikan referensi kualitas lembaga pendidikan tinggi dunia, The World Universities 'Ranking on the Web, baru saja dikomunikasikan kepada masyarakat luas. Bagi kelompok masyarakat pendidikan, publikasi itu memang telah ditunggu-tunggu.
Dalam publikasi tersebut, 5 ribu perguruan tinggi berkelas dunia sengaja disusun berurutan berdasarkan pada aksesabilitas dan visibilitas pendidikan melalui internet. Semakin tinggi aksesabilitas dan visibilitas pendidikan sebuah perguruan tinggi semakin tinggi pula peringkat yang diperoleh. Sebaliknya, semakin rendah aksesabilitas dan visibilitas pendidikan sebuah perguruan tinggi semakin rendah pula peringkat yang diperoleh.
Sebagaimana diduga, peringkat papan atas didominasi perguruan tinggi yang berkiprah di Amerika Serikat (AS). Sebanyak 104 atau 52 persen dari 200 perguruan tinggi papan atas adalah perguruan tinggi yang berkiprah di AS.
PTS Indonesia
Apakah yang menarik dari publikasi CINDOC tersebut? Salah satu yang menarik perhatian adalah banyaknya perguruan tinggi swasta (PTS) Indonesia yang bertengger di dalamnya.
Kalau dicermati, di antara 5 ribu perguruan tinggi berkelas dunia, 33 adalah perguruan tinggi Indonesia, seperti UGM Jogjakarta di ranking ke-623, ITB Bandung ke-676, dst, s/d Universitas Jember ke-4.780 dan Unnes Semarang ke-4.800.
Keberhasilan kita memasukkan 33 lembaga dalam daftar 5 ribu perguruan tinggi berkelas dunia pantas diapresiasi. Mengapa? Sebab, angka 33 adalah di atas rata-rata. Kalau dunia ini terdiri atas sekitar 175 negara, maka setiap negara ''kebagian" 29 perguruan tinggi; dan Indonesia berhasil mendongkrak angka tersebut menjadi 33.
Jika dicermati, setidaknya, 11 di antara 33 perguruan tinggi Indonesia tersebut ialah PTS, yaitu Universitas Gunadarma ke-1604, Petra Surabaya ke-2013, Bina Nusantara ke-3026, Budi Luhur ke-3338, Sanata Darma ke-3467, Duta Wacana ke-3669, UII ke-3821, Maranatha ke-3983, Parahyangan ke-4394, Mercubuana ke-4430, dan Atma Jaya Jakarta ke-4623.
Keberhasilan PTS masuk dalam daftar 5 ribu perguruan tinggi berkelas dunia tersebut tidak hanya membuktikan bahwa kualitas pendidikan PTS tidak selalu kalah dibandingkan PTN, tetapi sekaligus membuktikan kerja keras masyarakat penyelenggara pendidikan tinggi mampu mengantarkan lembaganya sampai ''puncak takhta" yang kualitasnya diperhitungkan oleh masyarakat dunia.
Universitas Petra Surabaya, misalnya, meskipun lokasi kiprahnya ada di Surabaya, tetapi menjadi dikenal dan diakui masyarakat AS, Eropa, Jepang, dan negara-negara lain pada umumnya. Keadaan ini berlaku sama bagi Universitas Gunadarma Jakarta, Universitas Parahyangan Bandung, serta PTS lain yang terpampang dalam daftar 5 tibu perguruan tinggi dunia.
Perhatian Pemerintah
Diakui atau tidak, masuknya beberapa PTS ke dalam daftar perguruan tinggi terbaik dunia itu sedikit banyak telah membawa nama baik Indonesia di mata masyarakat dunia. Dengan kenyataan seperti ini, wajar jika pemerintah memberikan penghargaan terhadap PTS tersebut; apalagi menteri pendidikan telah berharap agar PTS mampu meningkatkan mutu sehingga diakui masyarakat dunia.
Pak Bambang Sudibyo selaku menteri pendidikan pernah menyatakan harapannya agar PTS Indonesia masuk dalam jajaran perguruan tinggi kelas dunia. Lebih lanjut beliau menyatakan, pemerintah Indonesia mendorong sebanyak mungkin adanya perguruan tinggi Indonesia, baik PTN maupun PTS, menjadi berkelas dunia.
Pernyataan tersebut pada mulanya sempat memotivasi para pengelola PTS untuk mengantarkan lembaganya menjadi berkelas dunia; tetapi motivasi tersebut sempat menjadi kendur manakala dalam realitasnya hanya PTN berkelas dunia yang mendapat penghargaan.
Tahun lalu, Mendiknas memberikan penghargaan berupa Anugerah Anindyaguna kepada tujuh perguruan tinggi yang berprestasi, yaitu UGM Jogjakarta, ITB Bandung, UI Jakarta, Undip Semarang, Unair Surabaya, IPB Bogor, dan UT. Mereka itu berprestasi karena berhasil menembus daftar universitas kelas dunia, khusus UT dianggap berprestasi atas keberhasilannya meraih pengakuan internasional dalam bentuk sertifikat akreditasi dari International Council for Open and Distance Education (ICDE).
Pemberian anugerah tersebut sangat bagus karena memberi motivasi bagi pengelola perguruan tinggi untuk lebih meningkatkan prestasinya. Permasalahannya menjadi lain ketika seluruh perguruan tinggi yang diberi penghargaan adalah PTN dan tidak satu pun ada PTS-nya.
Agar terjadi prinsip keadilan, maka pemberian penghargaan atau pun anugerah seperti itu perlu ''diratakan" ke PTS yang berprestasi; apalagi secara faktual banyak PTS yang peringkatnya di atas PTN. Ilustrasi riilnya, peringkat Universitas Petra Surabaya di atas IPB Bogor dan Unibraw Malang, peringkat Universitas Bina Nusantara Jakarta di atas Undip Semarang dan Unhas Makassar, dan sebagainya.
Bagi para pengelola PTS, pencapaian peringkat perguruan tinggi berkelas dunia memang tidak dimaksudkan untuk mendapatkan penghargaan dari pemerintah; tetapi lebih dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas agar dapat memberikan pelayanan pendidikan yang lebih akuntabel kepada masyarakat luas. Meskipun demikian, seandainya pemerintah mau memberikan penghargaan, itu akan lebih meningkatkan motivasi usaha peningkatan kualitas tersebut.
*. Prof Dr Ki Supriyoko, mantan rektor Universitas Tamansiswa Jogjakarta, wakil presiden Pan-Pacific Association of Private Education (PAPE) di Tokyo, Jepang
Rabu, 18 Februari 2009 ]
Mengapresiasi PTS Berkelas Dunia
Publikasi Centro de Informacin Documentacion (CINDOC) yang dijadikan referensi kualitas lembaga pendidikan tinggi dunia, The World Universities 'Ranking on the Web, baru saja dikomunikasikan kepada masyarakat luas. Bagi kelompok masyarakat pendidikan, publikasi itu memang telah ditunggu-tunggu.
Dalam publikasi tersebut, 5 ribu perguruan tinggi berkelas dunia sengaja disusun berurutan berdasarkan pada aksesabilitas dan visibilitas pendidikan melalui internet. Semakin tinggi aksesabilitas dan visibilitas pendidikan sebuah perguruan tinggi semakin tinggi pula peringkat yang diperoleh. Sebaliknya, semakin rendah aksesabilitas dan visibilitas pendidikan sebuah perguruan tinggi semakin rendah pula peringkat yang diperoleh.
Sebagaimana diduga, peringkat papan atas didominasi perguruan tinggi yang berkiprah di Amerika Serikat (AS). Sebanyak 104 atau 52 persen dari 200 perguruan tinggi papan atas adalah perguruan tinggi yang berkiprah di AS.
PTS Indonesia
Apakah yang menarik dari publikasi CINDOC tersebut? Salah satu yang menarik perhatian adalah banyaknya perguruan tinggi swasta (PTS) Indonesia yang bertengger di dalamnya.
Kalau dicermati, di antara 5 ribu perguruan tinggi berkelas dunia, 33 adalah perguruan tinggi Indonesia, seperti UGM Jogjakarta di ranking ke-623, ITB Bandung ke-676, dst, s/d Universitas Jember ke-4.780 dan Unnes Semarang ke-4.800.
Keberhasilan kita memasukkan 33 lembaga dalam daftar 5 ribu perguruan tinggi berkelas dunia pantas diapresiasi. Mengapa? Sebab, angka 33 adalah di atas rata-rata. Kalau dunia ini terdiri atas sekitar 175 negara, maka setiap negara ''kebagian" 29 perguruan tinggi; dan Indonesia berhasil mendongkrak angka tersebut menjadi 33.
Jika dicermati, setidaknya, 11 di antara 33 perguruan tinggi Indonesia tersebut ialah PTS, yaitu Universitas Gunadarma ke-1604, Petra Surabaya ke-2013, Bina Nusantara ke-3026, Budi Luhur ke-3338, Sanata Darma ke-3467, Duta Wacana ke-3669, UII ke-3821, Maranatha ke-3983, Parahyangan ke-4394, Mercubuana ke-4430, dan Atma Jaya Jakarta ke-4623.
Keberhasilan PTS masuk dalam daftar 5 ribu perguruan tinggi berkelas dunia tersebut tidak hanya membuktikan bahwa kualitas pendidikan PTS tidak selalu kalah dibandingkan PTN, tetapi sekaligus membuktikan kerja keras masyarakat penyelenggara pendidikan tinggi mampu mengantarkan lembaganya sampai ''puncak takhta" yang kualitasnya diperhitungkan oleh masyarakat dunia.
Universitas Petra Surabaya, misalnya, meskipun lokasi kiprahnya ada di Surabaya, tetapi menjadi dikenal dan diakui masyarakat AS, Eropa, Jepang, dan negara-negara lain pada umumnya. Keadaan ini berlaku sama bagi Universitas Gunadarma Jakarta, Universitas Parahyangan Bandung, serta PTS lain yang terpampang dalam daftar 5 tibu perguruan tinggi dunia.
Perhatian Pemerintah
Diakui atau tidak, masuknya beberapa PTS ke dalam daftar perguruan tinggi terbaik dunia itu sedikit banyak telah membawa nama baik Indonesia di mata masyarakat dunia. Dengan kenyataan seperti ini, wajar jika pemerintah memberikan penghargaan terhadap PTS tersebut; apalagi menteri pendidikan telah berharap agar PTS mampu meningkatkan mutu sehingga diakui masyarakat dunia.
Pak Bambang Sudibyo selaku menteri pendidikan pernah menyatakan harapannya agar PTS Indonesia masuk dalam jajaran perguruan tinggi kelas dunia. Lebih lanjut beliau menyatakan, pemerintah Indonesia mendorong sebanyak mungkin adanya perguruan tinggi Indonesia, baik PTN maupun PTS, menjadi berkelas dunia.
Pernyataan tersebut pada mulanya sempat memotivasi para pengelola PTS untuk mengantarkan lembaganya menjadi berkelas dunia; tetapi motivasi tersebut sempat menjadi kendur manakala dalam realitasnya hanya PTN berkelas dunia yang mendapat penghargaan.
Tahun lalu, Mendiknas memberikan penghargaan berupa Anugerah Anindyaguna kepada tujuh perguruan tinggi yang berprestasi, yaitu UGM Jogjakarta, ITB Bandung, UI Jakarta, Undip Semarang, Unair Surabaya, IPB Bogor, dan UT. Mereka itu berprestasi karena berhasil menembus daftar universitas kelas dunia, khusus UT dianggap berprestasi atas keberhasilannya meraih pengakuan internasional dalam bentuk sertifikat akreditasi dari International Council for Open and Distance Education (ICDE).
Pemberian anugerah tersebut sangat bagus karena memberi motivasi bagi pengelola perguruan tinggi untuk lebih meningkatkan prestasinya. Permasalahannya menjadi lain ketika seluruh perguruan tinggi yang diberi penghargaan adalah PTN dan tidak satu pun ada PTS-nya.
Agar terjadi prinsip keadilan, maka pemberian penghargaan atau pun anugerah seperti itu perlu ''diratakan" ke PTS yang berprestasi; apalagi secara faktual banyak PTS yang peringkatnya di atas PTN. Ilustrasi riilnya, peringkat Universitas Petra Surabaya di atas IPB Bogor dan Unibraw Malang, peringkat Universitas Bina Nusantara Jakarta di atas Undip Semarang dan Unhas Makassar, dan sebagainya.
Bagi para pengelola PTS, pencapaian peringkat perguruan tinggi berkelas dunia memang tidak dimaksudkan untuk mendapatkan penghargaan dari pemerintah; tetapi lebih dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas agar dapat memberikan pelayanan pendidikan yang lebih akuntabel kepada masyarakat luas. Meskipun demikian, seandainya pemerintah mau memberikan penghargaan, itu akan lebih meningkatkan motivasi usaha peningkatan kualitas tersebut.
*. Prof Dr Ki Supriyoko, mantan rektor Universitas Tamansiswa Jogjakarta, wakil presiden Pan-Pacific Association of Private Education (PAPE) di Tokyo, Jepang
http://jawapos. com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar