Model kelengahan yang sering kali dihinggapi oleh manusia
manusia hidup dan bermasyarakat tak lepas dari sifat sosialnya dengan orang lain. bergaul, bercengkrama, bermusyawarah, dan lain-lain. tak terasan demi sebuah sosialisasi dalam menjalik keakraban, manusia sering kali terjebak dalan kelengahan-kelengah annya.
1. Kelengahan terjadi ketika orang banyak bicara
Tak ada yang salah dari orang yang banyak bicara. Selama yang
dibicarakan berisi nasihat, dakwah, pengajaran; bicara justru jadi ibadah. Tapi
ketika bicara tak lagi punya isi: canda, obrolan kosong, dan lain-lain; bicara
bisa memunculkan fitnah. Dan salah satu fitnah itu, terungkapnya rahasia. Bisa
rahasia pribadi, keluarga, bahkan organisasi.
Rasulullah saw. pernah memberi nasihat agar seorang mukmin senantiasa
bicara yang baik-baik. Atau, diam. Inilah sebuah pelajaran bahwa lidah bisa
memunculkan kesalahan fatal. Ketika orang tak lagi mampu mengendalikan syahwat
bicaranya, berbagai kesalahan termasuk terungkapnya rahasia bisa muncul begitu
saja. Ringan. Tanpa beban.
Ketika orang tak lagi sungkan bicara yang remeh temeh, gosip; maka aib
bisa terbaca pendengar dengan mudah. Bisa aib diri sendiri,
isteri, orang tua, tetangga, dan lain-lain.
Biasanya, orang yang terlalu banyak bicara rentan keceplosan.
Begitu rentan membeberkan sebuah rahasia dan aib yang tabu untuk diungkapkan. Dengan kata lain, banyak bicara nyaris bisa sama dengan kurang amanah.
Rasulullah saw. pernah memberi nasihat,
“Barangsiapa banyak bicara maka banyak pula salahnya dan barangsiapa banyak
salah maka banyak pula dosanya. Siapa yang banyak dosanya maka api neraka lebih
utama baginya.” (HR Athabrani)
2. Kelengahan terjadi ketika orang haus pujian
Pujian dalam takaran tertentu memang punya
pengaruh baik. Dalam manajemen, ada istilah punish and reward: hukuman
dan penghargaan. Sebuah kesalahan akan cepat terkikis jika ada hukuman. Dan
sebaliknya, sebuah prestasi akan terus meningkat jika ada penghargaan. Dan
penghargaan inilah sebagai bentuk lain dari pujian.
Masalah akan muncul jika pujian bukan lagi sebagai
sarana. Tapi, tujuan. Pujian jenis ini bisa dibilang sebagai penyakit. Apa pun
bisa dikorbankan asal bisa dapat pujian. Biasanya, orang yang rawan terhinggap
penyakit ini mereka yang tergolong orang ‘besar’, jenius, kaya, pejabat, dan
sebagainya. Rasulullah saw. mengatakan, “Berhati-hatilah dengan pujian.
Sesungguhnya itu adalah penyembelihan.” (HR. Al-Bukhari)
Orang yang cinta pujian selalu ingin terlihat
tampil lebih. Termasuk saat menyampaikan gagasan, usulan, dan sejenisnya.
Karena terdorong ingin terlihat lebih, tidak heran jika sesuatu yang sebenarnya
tergolong rahasia bisa keluar begitu saja. Tanpa beban.
Di satu sisi, orang memang akan menilainya lebih.
Dan pujian pun mengalir. Tapi, ada kelemahan yang mudah terbaca: “Berikan saja
pujian, dia akan memberikan apa pun yang Anda minta.”
Salah satu yang membuat takluk Abu Sufyan saat
pengepungan Mekah adalah isi pengumuman Rasul. “Siapa yang masuk Masjidil
Haram, ia aman. Dan siapa yang masuk rumah Abu Sufyan, ia juga aman.” Dan itu
salah satu bentuk pujian.
Sedemikian dahsyatnya pengaruh pujian, Rasulullah
saw. pernah mengatakan, “Taburkanlah pasir ke wajah orang-orang yang suka
memuji dan menyanjung-nyanjung .” (HR. Muslim)
3. Kelengahan terjadi ketika orang dangkal pemahaman
Semakin paham seseorang, kian sangat berhati-hati
dalam melangkah. Sebaliknya, kian dangkal pemahaman seseorang, semakin sembrono
mengambil pilihan. Inilah standar penilaian yang bisa diambil.
Karena itu, jangan pernah titipkan rahasia ke
orang yang dangkal pemahaman. Karena rahasia akan sangat gampang bocor dan
menyebar. Bahkan mungkin, karena dangkalnya pemahaman, si pembocor sendiri
tidak menyadari kalau ia sedang melakukan pembocoran.
Sebuah ucapan Rasulullah saw. tentang orang bodoh
yang mengumbar aib sendiri mungkin patut disimak. Beliau saw. mengatakan, “Semua
umatku diampuni kecuali yang berbuat (keji) terang-terangan. Yaitu yang
melakukannya pada malam hari lalu ditutup-tutupi oleh Allah, tetapi esok
paginya dia membeberkan sendiri dengan berkata, ‘Hai Fulan, tadi malam aku
berbuat begini…begini.’ Dia membuka tabir yang telah disekat oleh Allah Azza
wajalla.” (HR. Mutafaq ‘alaih)
4. Kelengahan terjadi ketika lingkungan kurang
menghargai nilai kebaikan
Ini mungkin agak lain. Karena terungkapnya sebuah
aib atau rahasia bukan sekadar dari dalam diri. Tapi, dari lingkungan. Orang
yang amanah dalam rahasia kadang bisa larut dengan lingkungan yang menganggap
sudah tidak punya rahasia. Mereka begitu mudah membuka rahasia orang lain.
Bahkan dalam dunia politik, membongkar rahasia
orang lain bisa dianggap prestasi. Karena di situlah lawan bisa terjungkal.
Padahal, orang lain pun sedang menunggu kesempatan. Suatu
saat, rahasia bisa dibuka secara bersama-sama. Kalau saya jatuh, dia pun harus
terjungkal.
Rasulullah saw. menasihati kita untuk tidak
seperti itu. Beliau saw. bersabda, “Hendaklah kamu bertakwa kepada Allah. Jika
seorang membongkar keburukan yang diketahuinya pada dirimu janganlah kamu
membongkar keburukan yang kamu ketahui ada pada dirinya.” (HR. Ahmad dan
Attirmidzi)
Semoga Bermanfaat.
dikutip dari dakwatuna.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar