Minggu, 15 Mei 2011

Kurikulum PKN SD Terlalu Berat

JAKARTA - Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) mengakui kurikulum
Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) untuk siswa sekolah dasar (SD) terlalu
berat. Akibatnya, banyak orang tua murid yang mengeluhkan materi ajar untuk
anaknya.

Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) Kemendiknas Diah Harianti
mengatakan, banyak desakan untuk segera merubah kurikulum PKN jenjang
pendidikan dasar, terutama SD. perubahan tersebut tidak mengubah mata
pelajaran yang dulunya bernama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
(PPKn) tersebut. Tapi lebih kepada penataan kurikulum.

"Kebijakan akan berlaku ke seluruh mata pelajaran. Kita akan konsentrasikan
kepada pendidikan jenjang SD karena banyak keluhan orang tua. Kita sudah
berusaha supaya materi tidak terlalu banyak. Tapi posisinya sekarang masih
terlalu banyak," tegas Diah di Jakarta, kemarin (12/5).
Menurutnya, materi di kurikulum akan dirampingkan, terutama jenjang SD.
beberapa pihak menilai konten yang diajarkan terlalu tinggi dibandingkan
kemampuan siswa.

"Misalnya antara buku dan kurikulumya. Di SD kelas 4 diajarkan tentang
kewarganegaraan. Juga diberikan materi tata negara seperti kelurahan,
kecamatan, dan DPR. Fungsi tugas itu menurut kita terlalu berat sehingga
akan ditata kembali. Mana yang betul-betul diperlukan untuk anak SD dan mana
yang tidak," papar Diah.

Diah memaparkan, sebetulnya materi ajar yang ada sekarang ini sudah bagus.
Ada 8 ruang lingkup mencakupi negara kesatuan republik indonesia (NKRI) dan
pancasila. Hanya saja, mata pelajaran pancasila dan kewarganegaraan adalah
jenis civic dan citizen education. Sehingga tidak hanya pancasila dan
ideologi saja. Tapi juga tentang civic education seperti tata negara dan hak
asasi manusia (HAM).

"Padahal tempatnya (jam pelajaran-red) hanya 2 jam di kelas 1 SD sampai 12
(3 SMP). Jadi mungkin orang melihat kenapa kemudian menjadi terlalu sedikit
dibandingkan dengan keperluan materi lain. Karena memang civic education
tidak hanya mengajarkan tentang pancasilan saja. Juga diajarkan tata
negara," ucapnya.

Untuk materi PKN di jenjang universitas, Diah menegaskan, pihaknya tidak
mengurusi masalah tersebut. Sudah ada badan khusus yang mengaturnya.
"Harusnya itu ke dikti (Ditjen Pendidikan Tinggi). Karena mereka memiliki
kewenangan sendiri. Kami dari Puskurbuk pengembangan lebih ke pendidikan
dasar dan menengah," jelasnya.

Terlalu beratnya materi dalam kurikulum, kata Diah, membuat Kemendiknas
berencana mengatur penuh 4 mata pelajaran, yaitu Agama, Bahasa Indonesia,
PKN, dan Matematika. Sebelumnya, pemerintah pusah hanya memberikan bantuan
teknis dan pengawasan kepada daerah dalam menyusun kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP).

"Ini baru wacana saja yang harus melibatkan Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP). Kita akan melakukan kajian dengan berbagai pihak. Kita
lihat ada beberapa hal saja yang ahrus diperbaiki akibat perkembangan di
masyarakat," tuturnya.

Dihubungi terpisah, Anggota BSNP Djaali membenarkan bahwa akan ada revisi
kurikulum mapel PKN. Selama ini, untuk PKN telah mengalami perubahan
signifikan dengan menambahkan nilai-nilai pancasila dan undang undang dasar
(UUD) 1945. "Perubahan dilakukan karena konten standar isi dianggap terlalu
tinggi untuk siswa," tegas Djaali.

Menurut guru besar dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) tersebut, BSNP
sudah 2 kali melakukan rapat untuk membahas perubahan kurikulum PKN. Tidak
hanya mengurangi materi, pemerintah juga menambahkan materi tentang
pancasila dan UUD 1945 yang dianggap kurang.

"Standar isi merupakan kompetensi dasar sebagai acuan bagi sekolah untuk
membuat KTSP. KTSP ini memuat silabus, strategi pembelajaran dan materi
yang akan diajarkan. Standar isi adalah standar nasional yang berlaku di
semua sekolah. Hal itu sesuai dengan undang undang Sisdiknas," katanya.

Berdasarkan peraturan tersebut, lanjut Djaali, pengembangan kurikulum
dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis
pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.

"Perubahan standar isi PKN tidak akan mengubah nama mata pelajaran. BSNP
tidak punya kewenangan untuk mengubah nama mata pelajaran," ujarnya. (cdl)

Tidak ada komentar: