Bisa jadi benar kalo liat tulisan dibawah ini :
Tulisan Vidi (salah satu wartawan Sinar harapan)
Cerita ini, tidak saya dengar langsung. Hanya berdasarkan tuturan teman yang bertandang ke rumah Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari beberapa waktu lalu.
Teman saya itu ingin mengetahui bagaimana Siti mnejalani hari-hari terakhirnya sebagai menteri . Ternyata dari obrolan dengan Siti dia mendapat informasi menarik soal hal ihwal yang menyebabkan alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu tidak dipilih kembali melanjutkan jabatannya Dari mulut periset spesialis Jantung/penyakit jantung ini, cerita pun bergulir.
Siti tak menyangka, presiden SBY tidak memilihnya untuk melanjutkan jabatan menkes. Padahal, sebelumnya dia sudah ditelepon dan diyakinkan akan kembali menjadi menteri. Pihak istana memintanya membuat road map yang berisi rincian program-program kesehatan lima tahun ke depan.
Siti sumringah menerima permintaan itu.. Dengan cermat dia menyusun strategi dan program lima tahun ke depan. "Rinci setiap bulannya apa yang harus dikerjakan," kata Siti yang saya kutip dari teman saya itu.
Namun perkembangan penyusunan kabinet membuat dia kecewa. Telepon dari Istana tak datang lagi.Berdebar- debar menunggu, namun tak ada kabar. Sebaliknya dia pun mengetahui, ada orang lain yang sudah menjalani audisi calon menteri kesehatan di rumah pribadi presiden, Cikeas, Bogor.
Siti masygul. Terbayang kerja keras yang sudah dilakukannya selama menjabat. Banyak waktu buat keluarga terbuang, karena dia harus kerja keras demi meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
"Suami saya kena Leukimia, dokter memvonis hidupnya tinggal tiga bulan lagi. Tapi di waktu tiga bulan itu pun, saya tak bisa selalu ada di dekatnya," ujar Siti yang menurut teman saya, matanya sudah berkaca-kaca. Mbrebes mili, kata orang Jawa. Muhamad Supari, suaminya meninggal pada 28 Maret 2009 lalu.
Semua pengorbanan itu seolah dianggap angin lalu. Karena presiden tidak memercayainya lagi. "Sungguh enak menteri selanjutnya, tinggal melanjutkan pekerjaan saya," ujarnya.
Mengapa setelah awalnya diberi sinyal untuk melanjutkan jabatan, tiba-tiba Siti tidak dipilih? Nah inilah rahasianya, yang tidak dituangkan teman saya di suratkabarnya.
Ada kolega Siti yang memberitahu bahwa namanya tidak diinginkan Amerika Serikat. Pelobi AS, meminta nama Siti tidak dimasukkan dalam kabinet. Apa alasannya?
Kita hanya bisa menduga, karena sepak terjang Siti selama menjabat sempat mengusik kepentingan negeri Tulang Sam itu. Dia bersuara lantang menolak proyek Naval Medical Research Unit 2 (Namru 2) yang dilakukan Angkatan Laut AS di Indonesia. Dia menegaskan keberadaan Namru 2 menggangu keadulatan Indonesia.
"Saya tidak akan rela kalau di wilayah yang berdaulat ini ada penelitian tapi ada militernya, tapi kok tidak jelas. Mudah-mudahan tidak terjadi lagi," kata Siti yang saya kutip dari Detik.Com, edisi Kamis 22 Oktober 2009..
Selain itu, Siti juga keras menolak dominasi WHO terhadap Indonesia. Menurutnya lembaga tersebut justru memfasilitasi lingkaran setan, yang menyebabkan Indonesia tetap di bawah garis kemiskinan dan standar kesehatan yang rendah.
Lembaga tersebut merestui Negara-negara kaya mengambil keuntungan dengan memproduksi vaksin dari virus yang berkembang di negara berkembang. Vaksin itu dijual mahal di negara berkembang. Menurut Siti, bukan tidak mungkin negara kaya tersebut menyebarkan virus dan juga menjual penangkalnya sekaligus.
Siti menolak memberikan sampel untuk memproduksi vaksin . Dia membuat gerah WHO dan negara-negara kaya.. "Kegerahan itu saya tidak tanggapi. Kalau mereka gerah, monggo mawon. Betul apa nggak, mari kita buktikan. Kita bukan saja dibikin gerah, tetapi juga kelaparan dan kemiskinan. Negara-negara maju menidas kita, lewat WTO, lewat Freeport , dan lain-lain. Coba kalau tidak ada kita sudah kaya," ujarnya.
Sikap tegas Siti menolak intervensi asing ditunjukkan dengan memutasi Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Bio Medis dan Farmasi, Balitbangkes Endang Rahayu Sedyaningsih. Pasalnya, Endang memberikan 12 sampel virus flu burung kepada Pusat Penanggulangan dan Pencegahan Kontrol Penyakit Amerika Serikat (USCDCP). Hal itu bertentangan dengan sikap Siti yang menolak memberikan sampel karena berpandangan pemberian itu hanya menguntungkan pihak asing (Media Indonesia edisi 22 Oktober 2009).
Nah ini uniknya. Pejabat yang sudah dimutasi Siti tersebut, justru kini diangkat presiden sebagai menteri kesehatan 2009-2014. Apakah Endang titipan AS? Saya tidak tahu pasti.
Tetapi jika benar dugaan itu, maka saya juga ikut masygul. Ternyata pertimbangan posisi menteri, bukan profesionalitas melainkan restu negara adikuasa. Bisa jadi, pemilihan menteri-menteri lain, juga bukan soal pengalaman, integritas atau keahilan, tapi semata-mata pertimbangan politis. Ini tergambar, dari komposisi menteri yang tampaknya lebih kental nuansa bagi-bagi kursi ketimbang profesionalitas.
Presiden bilang dia tidak gegabah menentukan menteri kabinetnya. Ah, entah apa artinya tidak gegabah...(vidi vici)
Sumber "Satrio Arismunandar" satrioarismunandar@ yahoo.com
1 komentar:
salam sahabat
ehm..sampai seperti itu alasannya?wah kayaknya bentrok he..he..ok lah meski dmikian diharapka kedepan menjadi lebih baik dg pemegang amanah baru..good luck ya...
Posting Komentar