Sabtu, 03 Oktober 2009

Sosialisme Gaya China


KOMPAS.com - Selama 60 tahun berkuasa sejak tahun 1949, "dinasti" Partai Komunis China telah mengubah wajah negeri itu, antara lain pada bidang ekonomi dengan "sosialisme yang berkarakteristik China". Sebuah perpaduan yang kompleks antara kapitalisme yang kompetitif dan monopoli politik yang kental.


Dengan resep sosialisme mereka yang khas itu, China saat ini menjadi negara dengan cadangan devisa luar biasa besar, pertumbuhan ekonomi dua digit, dan eksportir kedua terbesar di dunia. Di sisi lain, reformasi dalam bidang politik tetap terus berjalan.

Desa Huaxi, di Provinsi Jiangsu, merupakan salah satu contoh keberhasilan resep khusus sosialisme berkarakteristik China. Di desa itu, setiap keluarga memiliki rumah dan setidaknya satu mobil, semuanya merupakan pemberian dari komune.

Huaxi merupakan desa terkaya di China. Keluarga di sana rata-rata memiliki aset sebesar 150.000 dollar AS atau setara dengan Rp 1,5 miliar. Sedangkan pendapatan per kapita mencapai 2.000 dollar AS atau Rp 20 juta.

Mereka mendapatkan kesejahteraan itu dari pabrik baja, besi, dan tekstil di desa. Pabrik itu memiliki kinerja yang luar biasa bagus, penjualannya mencapai 7,3 miliar dollar AS pada tahun 2008.

Penduduk Huaxi dan pabrik mereka tergabung dalam Grup Huaxi, koperasi komune pertama yang mencatatkan sahamnya di bursa saham. Perusahaan yang mempekerjakan 30.000 orang itu merupakan sisa komune, yaitu koperasi yang menggarap lahan dan membagikan keuntungannya sama rata kepada warga.

Khas sekali dalam negara-negara komunis yang menganut asas sama rasa sama rata. Huaxi merupakan proyek percontohan Partai Komunis China (PKC) dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat yang petani dengan resep perpaduan komunis dan kapitalis itu hanya dalam satu generasi. Bisa dikatakan, Huaxi merupakan refleksi China pada abad ke-21.

Ciri komunisme

Huaxi merupakan contoh ekstrem perjalanan PKC menerapkan sosialisme berkarakteristik China. Walaupun sudah mengenal pasar bebas dan memasukinya, China masih saja memiliki ciri komunisme yang erat melekat.

"Apa sebenarnya sosialisme? Apa sebenarnya kapitalisme? Kami hanya ingin yang baik bagi warga dan ingin bertambah sejahtera," ujar Wu Renbao (82) yang merupakan tetua di Huaxi dan Sekretaris PKC.

Pada tahun 1961, di Huaxi didirikan "brigade kerja". Rumah-rumah sangat reyot, makan daging merupakan kemewahan, jalanan rusak. Hal itu terjadi ketika mereka mengikuti diktum Ketua Mao.

Wu yang sudah menjadi sekretaris partai sejak saat itu menyadari penduduk tidak akan sejahtera dari pertanian. Lalu dia melawan arus, melawan Ketua Mao dan menyuruh penduduk bertani sendiri-sendiri, bukan secara kolektif.

Jelas idenya ditentang penduduk sendiri. Wu lalu mendirikan pabrik perlengkapan rumah tangga kecil pada tahun 1969. Pabrik itu disembunyikan dari para pejabat partai yang datang berkunjung. Pada saat itu, tidak mungkin sektor swasta memiliki modal dan memiliki aset, yang merupakan ide kapitalisme.

"Komunisme ada sisi positifnya, kapitalisme juga, sehingga sebenarnya kita dapat belajar dari keduanya. Saya tidak takut kapitalisme, saya takut jika disuruh hanya menggunakan satu cara saja," kata Wu.

Pada saat Pemerintah China mendorong kepemilikan pribadi dan kewiraswastaan, awal tahun 1980-an, Huaxi berada di tempat terdapan. Pendapatan pabrik digunakan sebagai modal mengembangkan usaha dan mendirikan beberapa perusahaan lain, tentu saja tanpa ada serikat pekerja. Para petani Huaxi telah mencapai mimpi mereka.

Kemakmuran itu membuat penduduk asli Huaxi yang berjumlah 400 keluarga kini menempati rumah bergaya Eropa seluas 400-600 meter persegi. Lengkap dengan mobilnya. Penduduk mendapat gaji pokok juga mendapat bonus tahunan yang 80 persen harus diinvestasikan dalam saham perusahaan.

Seperti dahulu masa Mao, mereka juga mendapat jaminan kesehatan, pendidikan, dan pensiun. Jaminan kesejahteraan seperti itu sudah tidak dinikmati lagi karena perubahan China ke arah kapitalisme.

Persoalan yang muncul adalah terdapat perbedaan antara penduduk asli dan pekerja migran yang datang dari tempat lain. Mereka tidak dapat memiliki tempat tinggal di situ, atau mendapatkan gaji dan bonus seperti yang diterima penduduk Huaxi. Itu juga mencerminkan masalah yang dihadapi China dengan pekerja migrannya.

Huaxi seperti kota industri lain di China menarik pekerja migran datang, tetapi mereka mendapat manfaat yang lebih sedikit dibandingkan dengan penduduk setempat. Seperti setelah pembangunan Stadion Olimpiade Beijing yang mewah, para pekerja migran tidak menjadi bagian dari pesta tersebut, pulang setelah pembangunan selesai.

Tampaknya resep campuran itu memang sangat manjur dalam mendukung perekonomian China.

1 komentar:

al-basri mengatakan...

salam sobat...
saya sangat tertarik membaca artikel ini, seperti mendapat pelajaran baru dalam pergertian komunisme.

terima kasih