Senin, 31 Agustus 2009

" Ramos Horta Tolak Pembentukan Pengadilan HAM "

DILI - Rangkaian peringatan 10 tahun referendum Timor Leste, yang mengantarkan bekas provinsi ke-27 Indonesia tersebut menjadi negara merdeka, dimulai kemarin (29/8). Tapi, puncak peringatan dijadwalkan berlangsung hari ini (30/8).

Pemerintah Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) menggelar upacara penghormatan terhadap gerilyawan Falintil atau Forcas Armadas Libertacao Independente Timor Leste (Tentara Kemerdekaan Timor Leste) yang tewas saat melakukan perlawanan terhadap TNI pada 1975 sampai 1999.

Upacara penguburan kembali kerangka gerilyawan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Metinaro, 15 km timur pusat Kota Dili, berlangsung secara militer. Seluruh pejabat tinggi hadir,
seperti Presiden Ramos Horta, Perdana Menteri (PM) Xanana Gusmao, Ketua Parlemen Fernando Lasama, dan seluruh menteri kabinet. Uskup Dili Alberto Ricardo da Silva Pr memimpin misa requiem (misa arwah) bagi pejuang.

Suasanaharu terlihat begitu peti yang dibungkus bendera Timor Leste dipanggul tentara. Wanita dan anak-anak sesenggukan saat peti mulai dimasukkan ke liang lahat. Mereka menangis sambil memeluk pusara keluarga mereka yang tinggal kerangka.

Dalam khotbah misa, Uskup Ricardo mengajak semua rakyat Timor Leste senantiasa berpegang pada semangat pejuang Falintil. Dia mengajak rakyat memegang teguh semangat persatuan, perdamaian, dan saling mengasihi dalam membangun masa depan Timor Leste.

Presiden Ramos Horta mengatakan, pemerintah sejak 2002 sudah memberikan santunan kepada para pejuang dan keluarganya yang tewas di pertempuran. Tapi, pemerintah kesulitan mengidentifikasi jenazah, baik soal waktu dan bagaimana mereka tewas. Baik yang tewas tertembak maupun tewas dalam penjara. ''Belum semua dikuburkan di Taman Makam Pahlawan. Tapi, inilah penghormatan pemerintah kepada pejuang Timor Leste,'' kata Horta.

Dalam kesempatan itu, Horta menolak seruan Amnesty International (AI) untuk membentuk dan mendirikan pengadilan (tribunal) bagi para pelanggar HAM di negerinya.

Sebuah laporan AI yang dirilis Kamis lalu (27/8) menuding bahwa Timor Leste dan Indonesia sengaja mempromosikan impunitas dengan menolak mendakwa mereka yang berada di balik pelanggaran HAM. Pelanggaran ini, klaim AI, terjadi dalam 24 tahun pendudukan Indonesia atas negeri bekas koloni Portugal tersebut.

Kekerasan dan kerusuhan selama referendum di Timor Leste diperkirakan menewaskan 1.400 warga. Ratusan ribu yang lain kehilangan tempat tinggal. Sejak pendudukan Indonesia pada 1975 hingga 1999 (referendum), sekitar 100 ribu orang diperkirakan tewas di Timor Leste akibat perang, penyakit, dan kelaparan.


''Mengapa Timor Leste harus selalu dijadikan eksperimen untuk keadilan internasional? Saya terus menentang dan selamanya menolak pengadilan internasional bagi Timor Leste,'' kata Horta, seperti dikutip kantor berita AFP. ''Saya dipilih (pada 2007) oleh 70 persen suara rakyat. Jadi, rakyat negeri ini telah mengetahui sikap saya terkait isu tersebut sejak 1999,'' lanjutnya.

Horta mengaku telah mendengar laporan AI dari London yang mempersoalkan impunitas (pemberian pengampunan) di Timor Leste. ''Kalau setiap negara di dunia mengalami yang kami rasakan hendak mendirikan pengadilan internasional guna mendakwa kejahatan perang yang terjadi, mungkin kita mulai dengan AS dulu atas Vietnam,'' papar Horta.

Juru Bicara Deplu Indonesia Teuku Faizasyah juga mengkritik laporan AI yang mendesak pembentukan pengadilan HAM di Timor Leste. ''Memangnya Amnesty mewakili siapa? Kami mempertanyakan aspirasi yang disuarakan Amnesty. Sebab, aspirasi rakyat Timor Leste telah disalurkan lewat pemerintah dan parlemen,'' katanya.

Kemarin 12 kerangka dalam peti secara simbolis dikubur ulang. Sekitar 700 kerangka dikumpulkan pemerintah dari hutan untuk dikubur ulang. Soal jumlah kerangka ini masih simpang siur karena ada pihak keluarga yang tidak mau menyerahkan kepada pemerintah. Mereka melakukan prosesi penguburan ulang sendiri.

Puncak acara peringatan 10 tahun referendum itu dijadwalkan hari ini. Pemerintah Indonesia mengirimkan Menlu Nur Hassan Wirajuda untuk menghadiri acara tersebut atas undangan
pemimpin Timor Leste.

Selain upacara di Istana Kepresidenan pagi ini, nanti malam warga Dili dihibur diva pop Indonesia, Krisdayanti, yang berkolaborasi dengan Dian H.P. Dia diundang khusus untuk perayaan 10 tahun referendum. KD -panggilan Krisdayanti- kemarin terlihat semringah di tempatnya menginap. Beberapa kali dia berlatih vokal untuk menyanyikan lagu dalam bahasa Tetun (bahasa lokal) saat konser nanti.

Tidak ada komentar: