Kamis, 13 Agustus 2009

" Sekolah Muhammadiyah Menerima Murid Kristen "


Selasa, 11 Agustus 2009 02:44 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Aksi teror tidak hanya mengguncang tata keamanan
nasional, tapi juga wajah Islam ikut terbawa. Pelaku teror yang
mengatasnamakan Islam cukup mengundang reaksi dari banyak pihak. Di tengah
situasi demikian, saat proses hukum pascapeledakan bom Mega Kuningan masih
berlangsung, duet intelektual Muhammadiyah menerbitkan buku Kristen
Muhammadiyah Konvergensi Muslim dan Kristen dalam Pendidikan.



"Kelahirannya sangat tepat, soalnya ekstremisme dan terorisme sedang
berkembang. Itu merupakan bentuk intolerisme, " komentar Suyanto, Dirjen
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional,
dalam peluncuran buku terbitan Al-Wasat Publishing House di Gedung
Muhammadiyah Jakarta, Senin (10/8).

Buku karangan Abdul Mu'ti dan Fajar Riza Ul Haq ini memang mengisahkan
toleransi antara minoritas Islam dengan mayoritas Kristen baik Katolik
maupun Protestan dalam wadah pendidikan Muhammadiyah. Buku yang merupakan
bagian dari desertasi Mu'ti ini memaparkan bagaimana SMA Muhammadiyah di
Ende diterima baik oleh masyarakat yang mayoritas beragama Katolik. Bahkan
2/3 muridnya beragama Katolik. Bagi mereka ini disediakan guru agama
Katolik secara tersendiri. Bagitu pula dengan SMP Muhammadiyah di Serui
Teluk Cenderawasih Papua dan SMA Muhammadiyah di Putussibau Kalimantan
Barat.

Selain di Putussibau perguruan yang dirintis Kyai Haji Ahmad Dahlan itu,
menyediakan guru Kristen atau Katolik dan tidak mewajibkan memakai jilbab
bagi yang non-Muslim. Dengan demikian, menurut Suyanto, melalui buku ini
orang bisa mengembangkan pendidikan partisipatif yang menjamin toleransi.
"Pada prinsipnya orang akan cepat belajar kalau ada contoh-contohnya. Ini
contoh baik untuk mengajari anak-anak dalam toleransi keberagaman, "
tuturnya.

Adapun menurut Abdul Malik Fadjar, mantan Menteri Pendidikan Nasional pada
Kabinet Gotong Royong, buku setebal 269 halaman ini menarik karena mampu
menggugah kita bersama, bahwa bumi nusantara ini memerlukan upaya
konvergensi untuk mencari titik temu kemajemukan dalam menyongsong
Indonesia baru. "Oleh karena itu, saya yakin Indonesia mampu menjadi juru
bicara perdamaian dunia," lontarnya.


2 komentar:

Yanuar Catur mengatakan...

sekarang saatnya kita berbagi untuk semua kalangannn

Unknown mengatakan...

loh ko bisa gitu ya?