Beberapa pelajar Indonesia di Belanda menolak secara tegas kedatangan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Indonesia ke Belanda, dengan alasan studi banding.
Menurut salah seorang mahasiswa Indonesia di Belanda, Yusrizal Abubakar, Minggu, agenda studi banding yang rencananya akan dilakukan BEM se Indonesia ini, merupakan penghamburan pos APBN Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) Indonesia.
"Agenda study banding yang diadakan oleh Dikti dengan beneficiaris BEM sudah tercacat sejak awal, dan menunjukkan pola-pola study banding terdahulu, yang selalu berkarakterkan, penghamburan dana APBN, ketidakjelasan agenda program, agenda penuh dengan jalan-jalan, dan karakter lainnya yang tidak mencerminkan rasa keadilan di tengah bencana di negeri Indonesia," kata mahasiswa Maastrich ini.
Lebih lanjut, mahasiswa asal Aceh ini mengatakan, upaya study banding tersebut, dinilai salah satu bentuk pembungkaman suara mahasiswa Indonesia secara sistematik, dan terselubung dengan dalih untuk memberikan reward (penghargaan) .
Menurutnya, bentuk model pembungkaman tersebut, akan menghilangkan pengawasan dari elemen mahasiswa, dan memberikan preseden buruk terhadap independensi mahasiswa di Indonesia.
"Apabila model kegiatan ini sudah terbentuk dan terpelihara, maka tidak akan ada lagi kepemimpinan mahasiswa yang progresif ke depan," tegasnya dan menambahkan bahwa program BEM berupa kunjungan ke luar negeri, biasanya bekerjasama dengan sejumlah mahasiswa independen lainnya melalui program Young Leadership Award, International Medical Student Ascociation.
Program ini, dinilai memiliki agenda dan platform kunjungan yang jelas, pengadaan dana bersifat sukarela, didanai fakultas alias kompetisi pendanaan melalui beasiswa kompetitif.
Sementara itu, mahasiswa lainnya, Henky Wijaya juga menyatakan ketegasannya menolak kunjungan studi banding para mahasiswa Indonesia dari berbagai perguruan tinggi, yang tergabung dalam BEM tersebut. Menurut dia, dana yang studi banding yang dilakukan BEM itu, tidak bernilai positif, terutama bila pesertanya tidak memiliki kapasitas dan rencana aksi yang jelas tentang hasil kunjungan mereka.
"Pada saat ini, Indonesia masih mengalami kekurangan diberbagai bidang. Dana untuk kunjungan studi banding BEM diperkirakan, mencapai sekitar setengah miliar rupiah untuk membiayai kunjungan 27 mahasiswa ini, dan saya kira dana yang berjumlah sekian itu, memiliki nilai manfaat yang lebih besar, bila digunakan untuk keperluan lain di bidang pendidikan, termasuk pemberian beasiswa untuk siswa tidak mampu," jelasnya.
Perihal penggunaan dana tersebut, lanjut mahasiswa The International Institute of Social Studies (ISS), Den Haag ini, memerlukan suatu pertanggungjawaban yang jelas, tidak hanya sekedar pertanggungjawaban secara akuntansi (bukti fisik), tetapi juga pertanggungjawaban moral atas kepatutan penggunaannya.
Berdasarkan surat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi tentang studi banding BEM, yang dikirimkan ke Kedubes Indonesia untuk Kerajaan Belanda, tertanggal 30 September 2009, studi banding BEM ini, akan dilakukan pada 24 hingga 30 Oktober 2009, namun karena alasan visa dan bencana alam di Sumatera, kegiatan ini rencananya akan dilakukan pada 9 - 15 November 2009.
Rombongan yang akan mengikuti studi banding ini, terdiri dari 27 mahasiswa (pimpinan BEM perguruan tinggi), satu orang pendamping dari Pimpinan Perguruan Tinggi bidang kemahasiswaan, dan dua orang dari Direktorat Jenderal Penddikan Tinggi.
Selama di Belanda, mereka akan melakukan studi banding ke Wageningen University and Research Centre dan Radboud University, Nijmengen, University of Twente, University of Groningen, dan kunjungan wisata di Den Haag sebelum kembali ke tanah air.
Topik bahasan terkait study banding tersebut, berkisar tentang kehidupan mahasiswa di Belanda, kepemimpinan dan organisasi kemahasiswaan, minat dan bakat, kesejahteraan dan kewirausahawan mahasiswa, dan pengembangan kompetensi untuk penguatan daya saing bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar