Sabtu, 07 November 2009

Wahai guru, bangunlah!

Bangun tidur, tidur lagi
Bangun lagi, tidur lagi


Pembaca tentu masih ingat lagu mendiang Mbah Surip di atas. Lagu yang terkesan kekanak-kanakan dan jenaka. Namun syair lagu ini terasa pas ketika melihat fenomena guru saat ini. Sebanyak 484 (54,38%) dari 890 guru tak lulus sertifikasi.


Penyebabnya, guru minim kreativitas. Dan yang lebih parah lagi, menurut pengamat pendidikan M Furqon Hidayatullah, guru cenderung lebih menekankan pada pencapaian kesejahteraan daripada meningkatkan mutu pendidikan (SOLOPOS, 12/10).
Menyaksikan fenomena tersebut, sungguh memprihatinkan. Mengapa mereka malah mengejar kesejahteraan? Ataukah guru tidak memahami bahwa resep sejahtera adalah ketika guru menjadi insan kreatif?
Akhir-akhir ini banyak dibahas masalah sertifikasi guru berikut efeknya. Pada awalnya, sertifikasi guru adalah untuk peningkatan mutu guru dan pada saat yang bersamaan akan meningkatkan kesejahteraan bersangkutan.
Namun ternyata, apa yang menjadi konsep awal sertifikasi tak sesuai dengan rencana. Artinya sertifikasi hanyalah sebuah bungkus untuk kepentingan pribadi guru dan fatalnya setelah itu guru “tertidur”, tidak menggali dan mengembangkan ide untuk meningkatkan mutu serta kreativitasnya dalam mengajar.
Berani berubah
Semestinya fenomena ini layak dicermati dan dijadikan kajian oleh badan pengawas pra dan pascasertifikasi. Jangan sampai esensi sertifikasi kabur tak berbekas. Pengawas sertifikasi ini pun hendaknya selalu merekonstruksi kompetensi apa saja yang menjadi menu wajib guru serta menyosialisasikannya.
Apakah karena proses awal dari sertifikasi yang kurang berkualitaskah yang kemudian mendorong hal ini terjadi. Misalnya, guru yang mempunyai sertifikat seminar pendidikan, namun sebenarnya dia tak pernah mengikuti seminar tersebut.
Ada pula, oknum yang bergentayangan selama pelaksanaan pendidikan latihan profesi guru (PLPG ). Oknum tersebut melayani berbagai jenis penugasan. Produk oknum tersebut yang paling diminati adalah membuatkan proposal penelitian tindakan kelas ( PTK).
Konsekuensi logis seorang guru yang akan dan telah menjalani sertifikasi adalah sadar untuk selalu belajar dan berkembang. Jangan sampai sertifikasi hanya sebagai bungkus dari kepentingan jangka pendek.
Hal ini jelas sangat bertentangan dengan ranah pendidikan. Ranah pendidikan adalah dinamis. Pendidikan akan selalu berubah menyesuaikan kebutuhan zaman. Hal ini tak luput dengan peran serta guru di dalamnya.
Diperlukan upaya riil para guru untuk selalu membuat perubahan-perubahan. Guru pun dituntut lebih berdaya untuk mengasah ketajaman dalam pengembangan yang lebih praktis. Misalnya seorang guru punya kesempatan berkembang dengan cara membuat aktivitas kreatif.
Masalah kreativitas tak melulu dikembangkan dalam pengelolaan kelas. Namun bisa pula dengan membuat kegiatan berdaya guna tinggi, seperti mentradisikan membaca di kalangan peserta didik dan masyarakat sekitar tempat tinggal guru, membuat penelitian yang berkaitan dengan bidang yang diampunya atau terjun ke masyarakat membuat pencerahan tentang lingkungan.
Untuk tindakan di dalam kelas, seorang guru bisa mengembangkan kemampuan peserta didik dengan konsep multiple intelligence (kecerdasan majemuk). Selalu membuat terobosan baru di bidang pengajaran. Membuat rancangan belajar yang interaktif misalnya dengan teknik diskusi dibanding mengajar konvensional. Inovasi yang dilakukan ini akan memunculkan gairah baru untuk selalu mengklopkan gaya mengajar guru dan gaya belajar siswa.
Jika hal ini dilakukan guru, penulis yakin kreativitas akan terpantik dan hasilnya akan terlihat. Sekecil apapun tindakan guru yang telah berlabel sertifikasi akan selalu memberi makna positif.
Jika semua guru berpikiran bahwa memaknai proses kreatif adalah sebuah tantangan maka semua guru akan senantiasa berkompetisi secara sehat. Dan lingkungan seperti inilah yang selayaknya diciptakan dan terus dipupuk.
Membuat perubahan memang tak mudah, namun tidak salah jika melakukan percobaan ke arah yang lebih baik. Sosok guru yang demikianlah yang tidak akan ketakutan melihat perubahan zaman.
Seorang guru akan lebih dihargai tanpa harus ada kecurangan. Label dari peserta didik atau masyarakat akan membuat penilaian lebih jujur atas tindakan nyata ini.Wahai guru, bersiaplah untuk bangun dan memulai menjadi pembelajar sejati sebelum menularkan virus ini ke peserta didik. - Oleh : Yuyun Nur Hidayati MHum, Praktisi pendidikan rumah (homeschooling)

Solopos

Tidak ada komentar: