Jumat, 06 November 2009

Pilihan Ganda "Menjerumuskan"

Pembiasaan evaluasi atau tes dengan soal-soal pilihan ganda dari tingkat SD hingga perguruan tinggi dinilai "menjerumuskan" siswa. Kondisi tersebut mengakibatkan siswa hanya kuat menghafal, sedangkan kemampuan menalar dan menerapkan ilmu pengetahuan sangat rendah.


Soal-soal pilihan ganda juga mendorong siswa untuk menebak jawaban tanpa berpikir terlebih dahulu serta lebih membuka peluang terjadinya ketidakjujuran. Oleh karena itu, dalam aspek penilaian atau evaluasi siswa oleh guru, perlu digalakkan penggunaan item uraian.

Demikian kajian yang dikemukakan sejumlah peneliti dari beberapa perguruan tinggi berdasarkan hasil-hasil tes internasional yang diikuti siswa Indonesia dalam seminar bertema mutu pendidikan dasar dan menengah. Penelitian dilakukan berkolaborasi dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas di Jakarta, akhir pekan lalu.

Sejak tahun 1990-an hingga saat ini Indonesia terlibat dalam tes internasional yang diikuti siswa dari negara-negara maju dan negara berkembang, yakni Programme for International Student Assesment (PISA) di bidang membaca, Matematika, dan Sains untuk siswa SMP. Indonesia juga mengikuti Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) bidang membaca untuk siswa SD serta Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) bidang Matematika dan Sains untuk siswa SMP. Hasil tes menunjukkan, kemampuan siswa Indonesia di bawah standar internasional.

Kemampuan rata-rata siswa Indonesia dalam merespons item format uraian lebih rendah dibandingkan pilihan ganda. Kondisi itu secara umum menunjukkan siswa Indonesia lemah untuk melakukan analisis, prediksi, dan membuat kesimpulan.

Felicia N Utorodewo dari Universitas Indonesia, Minggu (1/11), mengatakan, prestasi membaca siswa SD Indonesia tak saja terlihat rendah dalam PIRLS, tetapi juga dalam ujian akhir sekolah berstandar nasional (UASBN). Siswa Indonesia tidak terlatih untuk menyampaikan pikiran dan gagasannya dalam bahasa yang runtut serta jelas.

"Mereka sigap menjawab soal pilihan ganda, tetapi lemah dalam mengungkapkan pikiran dalam bentuk esai," kata Felicia.

Heri Retnawati dari Universitas Negeri Yogyakarta mengatakan, salah satu yang memengaruhi kesulitan siswa Indonesia menjawab soal-soal dalam tes internasional adalah karena tidak terbiasa mengerjakan evaluasi skala nasional dengan soal esai. Siswa lebih terbiasa dengan soal pilihan ganda. Di soal TIMSS banyak soal yang bersifat penerapan dan penalaran sehingga akan menyulitkan siswa yang tidak terbiasa berpikir analitis.

Wasis dari Universitas Negeri Surabaya mengingatkan supaya kegiatan pembelajaran harus memberikan ruang yang lebih luas lagi bagi siswa untuk melakukan proses menalar dan menerapkan dibandingkan mengumpulkan pengetahuan.

Fredi Munger, Contractor for Strategic Advisory Services, Australia-Indonesia Basic Education Program, AusAid, mengatakan, dari tes-tes itu, secara umum siswa Indonesia lemah dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan memecahkan masalah. (ELN)

Tidak ada komentar: