Pekan-pekan ini, ribuan orang disibukkan dengan persiapan tes seleksi CPNS 2009. Ya hampir di seluruh kabupaten/kota secara serempak mengadakan seleksi penerimaan calon abdi negara. Tak terkecuali kabupaten dan kota di Soloraya.
Tak mau dikatakan sekadar formalitas, sejumlah Pemkab/Pemkot menambahkan persyaratan tambahan pada para pelamar. Salah satunya adalah sertifikat test of English as a foreign language (TOEFL).
Namun apa lacur? Di lapangan kabupaten/kota yang memakai persyaratan TOEFL justru dijauhi pelamar. Seperti di Kota Solo yang hingga hari ke empat pendaftaran pesertanya pun belum beranjak secara signifikan. Sebaliknya Kabupaten Karanganyar kebanjiran pelamar yang justru menurut BKD merupakan pelamar luar kota.
Saat ditelusur alasan para pelamar terbilang klasik bahwa sertifikat TOEFL adalah sesuatu yang sulit didapatkan dan dianggap berbelit. Celakanya ada juga pelamar yang justru memilih mencari sertifikat TOEFL ”tembakan”. Ironis memang, terlebih nantinya jika lolos mereka akan menjadi abdi masyarakat. Kalau mau ditelaah, penambahan persyaratan TOEFL, komputer dan sebagainya sejatinya merupakan upaya peningkatan kualitas calon PNS di masa datang. Lha bagaimana PNS mau maju jika saat seleksi saja mereka mencari lowongan dengan persyaratan paling minimal?
Sudah saatnya para pelamar mengubah pola pikir bahwa menjadi PNS juga membutuhkan kualifikasi prestasi. Bukan justru sebaliknya prinsip kalah cacak menang cacak justru jadi sugesti terbesar. Mau jadi apa negara ini jika aparatur negaranya juga hanya bermodal kemampuan sekedarnya?
Mental serba instan pun tampaknya sudah terlalu mendarah daging pada diri kita. Termasuk pada proses seleksi CPNS yang saat ini sedang berlangsung. Penambahan syarat tertentu justru dijadikan sebagai beban tambahan bukan justru sebagai persyaratan kualifikasi. Hasilnya bisa ditebak, karena minim syarat pelamar lebih memilih tempat lain dengan tingkat persyaratan lebih ringan. Ataupun jika tetap memaksa maka jalan pintas ditempuh. Maka jangan heran bila muncul sertifikat TOEFL Aspal (asli tapi palsu) dari lembaga pendidikan.
Bagi pihak penyelenggara ini juga menjadi sebuah tantangan. Pemkab maupun Pemkot hendaknya juga lebih transparan dalam pelaksanaan seleksi CPNS. Masih adanya rumor titipan, joki hingga praktik uang menunjukkan jika seleksi CPNS masih memilih celah untuk ditembus oknum-oknum tak bertanggung jawab.
Lepas dari itu semua, ke depan sudah saatnya seleksi CPNS harus lebih transparan dan independen. Bagi pelamar, silakan ubah paradigma bahwa seleksi CPNS bukan sekadar upaya putus asa untuk mendapatkan pekerjaan. Bagi penyelenggara, bukan hal tabu untuk membuat gebrakan. Penambahan persyaratan kualifikasi sekarang harus menjadi hal mutlak agar output seleksi diharapkan benar-benar yang memiliki kualifikasi prestasi. - Oleh :
Solopos
1 komentar:
salam sahabat
ehm....jadi lebih selektif biar hasil yang diharapkan juga efektif gitu lah he..he..good luck
Posting Komentar