Aria Wiraraja atau Banyak Wide adalah tokoh pengatur siasat Raden Wijaya dalam usaha penaklukan Kadiri tahun 1293 dan pendirian Kerajaan Majapahit. Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Harsawijaya mengisahkan Arya Wiraraja semula menjabat sebagai rakryan demung pada masa pemerintahan Kertanagara di Singasari. Namun karena sikapnya menentang politik luar negeri raja, ia pun dipindahkan menjadi Bupati Sumenep.
Wiraraja merasa sakit hati. Ia mengetahui kalau Jayakatwang, Bupati Gelang-Gelang, berniat memberontak. Jayakatwang ingin membalas kekalahan leluhurnya, yaitu Kertajaya raja terakhir Kadiri yang digulingkan oleh Ken Arok pendiri Kerajaan Tumapel (Singasari). Wiraraja pun mengirim surat melalui putranya yang bernama Wirondaya, yang berisi saran supaya Jayakatwang segera melaksanakan niatnya, karena saat itu sebagian besar tentara Singasari sedang berada di luar Jawa. Maka pada tahun 1292, terjadilah serangan pasukan Gelang-Gelang terhadap ibukota Singasari. Kertanagara tewas di istana. Jayakatwang lalu membangun kembali negeri leluhurnya, yaitu Kadiri dan menjadi raja di sana.
Persekutuan Aria Wiraraja dengan Raden Wijaya
Menantu Kertanagara yang bernama Nararya Sanggramawijaya (dikenal Raden Wijaya) mengungsi ke Sumenep, Pulau Madura, meminta perlindungan Aria Wiraraja. Semasa muda, Wiraraja pernah mengabdi pada Narasingamurti, kakek Raden Wijaya. Maka, ia pun bersedia membantu sang pangeran untuk menggulingkan Jayakatwang. Raden Wijaya bersumpah jika ia berhasil merebut kembali takhta mertuanya, maka kekuasaannya akan dibagi dua, yaitu untuk dirinya dan untuk Wiraraja.
Mula-mula Wiraraja menyarankan agar Raden Wijaya pura-pura menyerah ke Kadiri. Atas jaminan darinya, Raden Wijaya dapat diterima dengan baik oleh Jayakatwang. Sebagai bukti takluk, Raden Wijaya siap membuka Hutan Tarik, di sekitar Sidoarjo, menjadi kawasan wisata bagi Jayakatwang yang gemar berburu. Jayakatwang mengabulkannya. Raden Wijaya dibantu orang-orang Madura kiriman Wiraraja membuka hutan tersebut, dan mendirikan desa Majapahit di dalamnya.
Pada tahun 1293 datang tentara Mongol untuk menghukum Kertanagara yang berani menyakiti utusan Kubilai Khan tahun 1289. Raden Wijaya selaku ahli waris Kertanagara siap menyerahkan diri asalkan ia terlebih dahulu dibantu oleh pasukan Mongol untuk memerdekakan diri dari Jayakatwang. Maka bergabunglah pasukan Mongol dan Majapahit menyerbu ibukota Kadiri. Setelah Jayakatwang kalah, pihak Majapahit ganti mengusir pasukan Mongol dari tanah Jawa.
Menurut Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Harsawijaya, pasukan Mongol diundang oleh Wiraraja untuk membantu Raden Wijaya mengalahkan Kadiri, dengan imbalan dua orang putri untuk diperistri Kaisar Mongol Kublai Khan.
Jabatan Aria Wiraraja di Majapahit
Raden Wijaya menjadi raja pertama Majapahit yang merdeka tahun 1293. Dari Prasasti Kudadu (1294) diketahui jabatan Aria Wiraraja adalah sebagai pasangguhan dengan gelar Rakryan Mantri Arya Wiraraja Makapramuka. Pada prasasti Penanggungan (1296) nama Wiraraja sudah tidak lagi dijumpai. Penyebabnya ialah pada tahun 1295 salah satu putra Wiraraja yang bernama Ranggalawe melakukan pemberontakan dan menemui kematiannya. Peristiwa itu membuat Wiraraja sakit hati dan mengundurkan diri dari jabatannya. Ia lalu menuntut janji Raden Wijaya, yaitu setengah wilayah Majapahit. Raden Wijaya mengabulkannya. Wiraraja akhirnya mendapatkan Majapahit sebelah timur dengan ibukota di Lumajang.
Akhir Kemerdekaan Majapahit Timur
Pararaton menyebutkan pada tahun 1316 terjadi “pemberontakan” Nambi di Lumajang terhadap Jayanagara, raja kedua Majapahit. Ketika itu Nambi menjabat sebagai patih amangkubhumi Majapahit.Kidung Sorandaka mengisahkan pemberontakan tersebut terjadi setelah kematian ayah Nambi yang bernama Pranaraja. Sedangkan, Pararaton dan Kidung Harsawijaya menyebut Nambi adalah putra Wiraraja, padahal lebih tepat sebagai adik Wiraraja adn paman Ranggalawe.
Berdasarkan analisis Slamet Muljana dengan menggunakan bukti Prasasti Kudadu dan Prasasti Penanggungan (2006), Wiraraja lebih tepat sebagai ayah Ranggalawe. Tidak diketahui dengan pasti apakah Wiraraja masih hidup pada tahun 1316. Yang jelas, setelah kekalahan Nambi, daerah Lumajang kembali bersatu dengan Majapahit bagian barat. Ini berarti penguasa Majapahit Timur saat itu (entah dikuasai Wiraraja atau penggantinya) bergabung dengan Nambi yang terbunuh oleh serangan pasukan Majapahit Barat.
Kepustakaan
Muljana, Slamet. 2006. Menuju Puncak Kemegahan. Yogyakarta: LKiS.
_____ . 2005. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Yogyakarta: LKiS
Sumber
http://www.wacananusantara.org/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar