A. Masjid
Kata masjid terulang sebanyak dua puluh delapan kali dalam Al-Quran. Dari segi bahasa, kata tersebut terambil dari akar kata sajada-sujud, yang berarti patuh, taat, serta tunduk dengan penuh hormat dan takzim. Meletakkan dahi, kedua tangan, lutut, dan kaki ke bumi, yang kemudian dinamai sujud oleh syariat, adalah bentuk lahiriah yang paling nyata dari makna-makna di atas. Itulah sebabnya mengapa bangunan yang dikhususkan untuk melaksanakan salat dinamakan masjid, "tempat bersujud."
Masjid adalah tempat ibadah umat Muslim. Masjid berukuran kecil juga disebut musholla, langgar, atau surau. Selain tempat ibadah masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas Muslim. Kegiatan-kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Quran sering dilaksanakan di masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran.
Banyak pemimpin Muslim setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw, berlomba-lomba untuk membangun masjid. Seperti Mekah dan Madinah yang berdiri di sekitar Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, Kota Karbala juga dibangun di dekat makam Imam Husein. Wilayah Nusantara khususnya Jawa pada abad ke- 15-16 merupakan wilayah yang sedang mengalami peralihan kekuasaan dari zaman Hindu-Buddha ke zaman kerajaan Islam. Pada masa itu kerajaan kerajaan banyak meninggalkan bangunan yang berupa masjid, seperti halnya pada zaman kerajaan Hindu-Bunda banyak meninggalkan bangunan suci berupa candi, petirtaan, dll. Bangunan keagamaan merupakan simbol keberadaan sebuah keyakinan dalam kerajaan.
Selain tempat beribadah (menunaikan salat lima waktu) fungsi lainnya adalah sebagai tempat pendidikan. Masjid sering kali digunakan untuk berdakwah atau belajar dan mengajarkan agama Islam, maupun pendidikan umum. Pada masa kerajaan Islam masjid dipergunakan sebagai tempat untuk mengengajarkan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan keIslaman; dari sinilah pengaruh dan ajaran Islam berkembang.
Masjid datang ke Nusantara dibawa oleh agama Islam. Jauh sebelum datangnya Islam: Nusantara sudah banyak mengalami percampuran budaya terutama yang datang dari Cina dan India. Pengaruh kebudayaan India dapat kita terlihat dalam pembangunan candi-candi yang masih dapat kita kenal sampai sekarang. Sedangkan pengaruh Cina pada masa itu belum terlalu kelihatan terutama yang berhubungan dengan bangunan suci atau tempat ibadah, dalam hal ini pengaruh percampuran kebudayaan baik dengan kebudayaan asli Nusantara, India, maupun Islam. Untuk itu tulisan ini akan mencoba untuk menguraikan tentang pengaruh kebudayaan Cina dalam arsitektur masjid.
Kajian terhadap unsur-unsur Cina dalam khazanah kebudayaan Islam di Jawa tidak hanya dihadapkan pada realitas minimnya data-data sejarah berupa situssitus kepurbakalaan yang tersedia, tetapi juga berhadapan dengan persepsi publik Muslim selama ini yang meyakini bahwa proses Islamisasi di Jawa itu datang langsung dari Arab atau minimal Timur Tengah, bukan dari Cina. Kalaupun sebagian mereka ada yang menganggap adanya pengaruh Gujarat-India, namun Gujarat yang sudah ‘diarabkan’(Qurtuby, 2003:177).
Nusatara pernah berjaya dengan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha, kerajaan tersebut muncul dan tenggelam dalam sejarah Nusantara, mulai dari kerjaan Kutai sampai dengan kerjaan Majapahit. Berbagai pendapat mengemuka tentang keruntuhan kerajaan Hindu-Budha di Nusantara, mulai dari perebutan kekuasaan dalam anggota keluarga kerajaan, kedatangan bangsa barat dan kedatangan Islam. Semuanya memiliki bukti dan data yang cukup untuk memperkuat pendapatnya masing-masing. Terlepas dari perdebatan penyebab keruntuhan kerajaan Hindu-Buddha, yang jelas selepas kerajaan Hindu-Buddha runtuh kerajaan yang bercorak Islam banyak berkuasa di Nusantara.
Seperti halnya pada masa kerajaan Hindu-Buddha yang banyak meninggalkan bangunan tempat suci atau tempat beribadah, maka masa kerajaan Islam juga meninggalkan bangunan suci tempat beribadah yaitu berupa masjid. Masjid peninggalan pada abad ke-15 sampai ke-16 memiliki bentuk yang spesifik. Peninggalan masjid pada masa tersebut diyakini sebagai hasil dari bentuk arsitektur transisi, antara kebudayaan Hindu-Buddha ke Islam. Keadaan yang seperti itu menghasilkan bentuk arsitektur masjid yang spesifik, dan tidak telepas dari kebudayaan sebelumnya. Masjid kuno Jawa sebagai tempat ibadah kaum Muslim, tentunya sangat erat hubungannya dengan awal masuk dan berkembangnya agama Islam di Nusantara.
Berbicara mengenai teori masuknya Islam ke Nusantara, ada empat buah teori tentang awal masuknya Islam ke Nusantara. Pertama, teori Arab, yang menyatakan bahwa Islam yang datang ke Nusantara dibawa oleh pedagang yang berasal dari Arab (tepatnya Hadramaut) atau Timur Tengah. Kedua,teori India, yang menyatakan bahwa Islam yang datang ke Nusantara berasal dari India. Ketiga, teori Cina, yang menyatakan bahwa Islam yang masuk ke Nusantara (terutama Pulau Jawa) dibawa oleh komunitas Cina-Muslim. Keempat, teori Persia, yang menyatakan Islam tiba di Nusantara melalui peran para pedagang asal Persia yang dalam perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum ke Nusantara sekitar abad ke-13 M.
Teori Cina yang menyatakan masuknya Islam ke Jawa abad ke 15 dan 16, didukung oleh Sumanto al Qurtuby (2003). Menurutnya, abad-abad tersebut disebutnya sebagai zaman “Sino-Javanese Muslim Culture”dengan bukti di lapangan seperti: Konstruksi Masjid Demak (terutama soko tatal penyangga Masjid), ukiran batu padas di Masjid Mantingan, hiasan piring dan elemen tertentu pada Masjid Menara di Kudus, ukiran kayu di daerah Demak, Kudus dan Jepara, konstruksi pintu makam Sunan Giri di Gresik, elemen-elemen yang terdapat di keraton Cirebon beserta taman Sunyaragi, dan sebagainya; semuanya ini menunjukkan adanya pengaruh pertukangan Cina yang kuat sekali.
Peta perjalanan orang Cina ke Asia Tenggara pada abad ke-15 & 16, dengan rute Barat ke Timur.
Mereka ini pada umumnya berangkat dari tiga kota utama di Cina Selatan yaitu: Quanzh Xiamen dan Guangzhou (Canton). Kota-kota pantai utara Jawa seperti: Tuban, Jepara, Lasem, Gre Semarang, Banten dan sebagainya menjadi tujuan utama mereka. (Reid, 2001, Flows Seepages in the Long-term Chinese Interaction with Southeast Asia, dalam Sojourners and Settlers, Univer of Hawaii, Honolulu)
Tentang masuknya Islam ke Jawa pada abad ke-15-16 memang banyak kerancuan, sebeb banyak bukti yang menyatakan Jawa sudah dimasuki Islam sebelum abad tersebut. Hal yang harus dibedakaan adalah masuknya Islam dan pengaruh arsitektur bangunan Islam (masjid) di Jawa pada abad ke-15 dan 16 M. Maka, dalam hal ini akan dibahas mengenai pengaruh pertukangan Cina terhadap bentuk arsitektur masjid di Jawa.
1. Sumber Pelaut Belanda
Sumber yang menjelaskan gambaran kuno bentuk masjid di Jawa secara tertulis didapat dari buku: Oost Indische Vojage (1660), Der Mooren Tempel in Java” yang ditulis oleh Wouter Schouten (Graaf, 1998: 157; Lombard, 1994: 122). Schouten menggambarkan bangunan masjid di Jepara pada abad ke-17 tersebut sebagai bangunan konstruksi kayu, lima lantai, dan diikelilingi oleh parit. Bangunan masjid tersebut beratap runcing dan dihiasi oleh ornamen, tiap lantainya bisa dicapai dari dalam dengan tangga kayu. Di buku tersebut juga terdapat gambar dari Jepara dilihat dari arah laut, di mana bangunan masjid tersebut merupakan bangunan yang tertinggi di Jepara waktu itu.
Lengkapnya bisa kunjungi di
http://www.wacananusantara.org/2/654/arsitektur-masjid-di-jawa-pada-abad-ke-15-16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar