Sabtu, 27 November 2010
Konvergensi Teknologi Darurat Merapi
Oleh Valens Riyadi Relawan dari Jaringan Radio Komunitas Yogyakarta bergantian menyiarkan berbagai informasi seputar Merapi secara nonstop dari studio mini darurat di media center Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dipancarkan di frekuensi 100,2 FM.
Kamis malam itu, lain dari malam lainnya. Saat mata mulai terpejam, terdengar suara aneh mirip hujan, tapi tak tampak ada air. Ternyata Gunung Merapi mengeluarkan hujan pasir di seputaran Yogyakarta bagian utara. Daerah rawan bencana segera diperluas menjadi radius 20 kilometer dari puncak Gunung Merapi.
Puluhan ribu pengungsi menempati barak yang tersebar di seputar sabuk Merapi. Karena sebagian barak tersebut berada dalam radius rawan, pemindahan pengungsi segera dilakukan.
Beruntung, ada sekelompok masyarakat yang telah menggelar jaring komunikasi menggunakan radio pada frekuensi 149,070 MHz. Melalui radio komunikasi, komunitas Balerante ini terus-menerus menyuguhkan laporan visual terhadap Merapi. Secara bergantian selama 24 jam, informasi terkini dapat tersalur dengan cepat, dengan menampung laporan dari berbagai pengguna radio di berbagai lokasi di seputar Merapi.
Beberapa hari sebelum letusan besar itu, siaran radio komunikasi Balerante telah dipancarulangkan juga melalui media web streaming. Ada empat server utama (combine, jogjastreamers.com, telkom speedy, dan komunikasi.net), ditambah sumbangan enam server relay lainnya. Untuk pengguna layanan Blackberry pun disediakan sambungan khusus.
Para relawan juga saling berkomunikasi via Twitter. Menggalang bantuan dari masyarakat yang lebih luas, saling berbagi tugas dan informasi penting, bahkan mengorganisasi pertukaran logistik jika salah satu pos sudah berlebih. Internet membuat semua pihak yang ingin berpartisipasi menjadi setara dan sederajat tanpa kesulitan birokrasi yang biasanya berbelit. Keesokan harinya, bantuan tersedia dalam jumlah cukup dan distribusi yang lumayan rapi, berkat sumbangan masyarakat dan kerja keras relawan.
Untuk menjangkau masyarakat yang lebih luas, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia wilayah Yogyakarta menggagas siaran radio FM khusus tanggap bencana ini. Ide awal yang sederhana bahwa radio FM ini bisa me-relay siaran radio komunikasi.
Ide ini ditindaklanjuti dengan sangat cepat oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika yang langsung mengalokasikan frekuensi khusus 100,20 MHz di saluran FM untuk digunakan sebagai radio siaran tanggap Merapi. Format acara kemudian dibuat cukup serius, tidak sekadar relay.
Berita-berita yang diangkat dalam siaran radio ini berasal dari sumber resmi pemerintah, rangkuman media jejaring dari internet seperti Twitter dan Facebook, berita-berita dari media massa, cuplikan dari radio komunikasi, dialog dengan pejabat terkait, bahkan laporan pandangan mata dari lapangan.
Berbagai pihak turut mendukung terselenggaranya siaran ini: Kementerian Komunikasi dan Informatika (Direktorat Frekuensi, Penyiaran, Badan Informasi Publik, serta Balai Monitoring Frekuensi Yogyakarta), BNPB, RRI, Jaringan Radio Komunitas Yogyakarta, Arc|¦Alpha245 Jakarta, Komisi Penyiaran Indonesia-Yogyakarta, Universitas Teknologi Yogyakarta, PRSSNI Yogyakarta, dan APKOMINDO Yogyakarta.
Siaran 24 jam dilakukan di studio mini dan darurat di media center BNPB, diawaki tenaga kreatif penuh semangat dari Jaringan Radio Komunitas Yogyakarta, dan kemudian di-streaming-kan dengan jaringan internet ke dua pemancar FM yang digunakan bergiliran.
Siaran ini juga bisa didengar di situs Jogjastreamers.com, serta relay di channel 55 TV cable Jogjamedianet. Sebuah konvergensi media dan teknologi yang selama ini baru sekadar angan- angan, diwujudkan dengan radio yang sederhana ini.
Valens Riyadi, Relawan
Sumber
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar