Sabtu, 20 Februari 2010

Demam Berdarah Dengue

Pengertian
demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit febril akut yang ditemukan di daerah tropis, dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Setiap serotipe cukup berbeda sehingga tidak ada proteksi-silang dan wabah yang disebabkan beberapa serotipe (hiperendemisitas) dapat terjadi. Demam berdarah disebarkan kepada manusia oleh nyamuk Aedes aegypti.

Tanda dan gejala
Demam berdarah umumnya lamanya sekitar enam atau tujuh hari dengan puncak demam yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam. Secara klinis, jumlah platelet akan jatuh hingga pasien dianggap afebril.
Sesudah masa tunas / inkubasi selama 3 - 15 hari orang yang tertular dapat mengalami / menderita penyakit ini dalam salah satu dari 4 bentuk berikut ini :

* Bentuk abortif, penderita tidak merasakan suatu gejala apapun.

* Dengue klasik, penderita mengalami demam tinggi selama 4 - 7 hari, nyeri-nyeri pada tulang, diikuti dengan munculnya bintik-bintik atau bercak-bercak perdarahan di bawah kulit.

* Dengue Haemorrhagic Fever (Demam berdarah dengue/DBD) gejalanya sama dengan dengue klasik ditambah dengan perdarahan dari hidung (epistaksis/mimisan), mulut, dubur, dsb.

* Dengue Syok Sindrom, gejalanya sama dengan DBD ditambah dengan syok / presyok. Bentuk ini sering berujung pada kematian.

Hasil Test Laboratorium :

1. Trombositopeni (?100.000/uL).
2. Hemokonsentrasi (kenaikan Ht ?20% diatas nilai rata-rata hematokrit penduduk menurut umur dan kelamin). Untuk kehati-hatian kita segeralah ke dokter Rumah sakit agar segera mendapatkan pertolongan, karena siklus DBD biasanya sangat cepat dan kita biasanya lengah.

Pada saat epidemi sering sekali penderita menjadi panik dan memaksa untuk dirawat di rumah sakit sehingga fasilitas rawat inap di rumah sakit tidak memenuhi kebutuhan/keinginan penderita untuk dirawat di rumah sakit, dalam keadaan ini seyogyanya hanya penderita yang benar-benar memerlukan pengawasan di rumah sakit saja yang dirawat.

Diagnosis klinis
Definisi kasus DBD (case definition) menurut kriteria WHO (1997) harus memenuhi semua keadaan di bawah ini, meliputi:

1) Demam atau riwayat demam akut selama 2-7 hari, kadang-kadang bersifat bifasik.
2) Manifestasi perdarahan bersifat sebagai salah satu di bawah ini:
•Tes tourniquet positif
• Petekie, ekimosis purpura
• Perdarahan mukosa, saluran cerna, bekas suntikan atau tempat lain
• Hematemesis atau melena
3) Trombositopeni (?100.000/uL).
4) Bukti adanya kebocoran plasma karena meningkatnya per-meabilitas vaskuler, bermanifestasi sebagai salah satu di bawah ini:
• Kenaikan hematokrit ?20% diatas nilai rata-rata hematokrit untuk populasi, umur dan jenis kelamin.
• Penurunan nilai hematokrit ?20% dari nilai dasar setelah pengobatan cairan untuk mengatasi hipovolemi.
• Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, ascites dan hipoproteinemi.
Berdasarkan kriteria tersebut untuk diagnosis klinik harus dipenuhi kriteria kenaikan hematokrit ?20% sebagai bukti ada-nya kebocoran plasma.

Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang penting ialah hemokonsentrasi ( Nilai Hematokrit ) dan trombositopeni ( jumlah trombosit menurun). Hemokonsentrasi sesuai dengan patokan WHO baru dapat dinilai setelah penderita sembuh. Penderita DBD yang sepenuhnya memenuhi kriteria klinis WHO yaitu trombosit ?100.000/uL dan hemokonsentrasi ?20% hanya berjumlah 20%.

Bila patokan hemokonsentrasi dan trombositopeni menurut kriteria WHO dipakai secara murni maka banyak penderita DBD yang tidak terjaring dan luput dari pengawasan.
Dalam kenyataan di klinik tidak mungkin mengukur kenaikan hemokonsentrasi pada saat penderita pertama kali datang sehingga nilai hematokritlah yang dapat dipakai sebagai pegangan.

Penelitian pada penderita DBD berkesimpulan nilai hematokrit ?40% dapat dipakai sebagai petunjuk adanya hemokonsentrasi dan selanjutnya diperhatikan kenaikannya selama pengawasan.

Radiologi

Pencitraan dengan foto paru dapat menunjukan adanya efusi pleura dan pengalaman menunjukkan bahwa posisi lateral dekubitus kanan lebih baik dalam mendeteksi cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.

Ultrasonografis

Pencitraan USG pada anak lebih disukai dengan pertimbangan dan yang penting tidak menggunakan sistim pengion (sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus berbagai organ dalam perut. Adanya ascites dan cairan pleura pada pemeriksaan USG sangat membantu dalam penatalaksanaan DBD. Pemeriksaan USG dapat pula dipakai sebagai alat diagnostik bantu untuk meramalkan kemungkinan penyakit yang lebih berat misalnya dengan melihat penebalan dinding kandung empedu dan penebalan pankreas .

Serologik

Diagnosis pasti DBD ditegakkan dengan pemeriksaan serologis (tes hemaglutinasi inhibisi, fiksasi komplemen, tes netralisasi, Elisa IgM dan IgG, PCR) serta isolasi virus.

Tes baku yang dianjurkan WHO ialah tes hemaglutinasi inhibisi (HI). Untuk konfirmasi dilakukan pemeriksaan hemaglutinasi inhibisi (HI) dari sampel darah akut saat masuk dirawat, sampel darah saat keluar, rumah sakit dan penderita diminta untuk kontrol kembali setelah 1 minggu pulang sekalian diambil sampel darah ketiga.
Dari pengalaman hanya sekitar 50% penderita kembali untuk pengambilan darah ketiga, akan tetapi hal ini sangat berarti dalam penilaian hasil serologik.

PATOFISIOLOGI

Kelainan utama pada DBD ialah

(1) bertambahnya per-meabilitas vaskuler yang menyebabkan terjadinya kebocoran plasma dan terjadinya hipovolemi intravaskuler,
(2) gangguan hemostasis (angiopati, trombositopeni dan koagulopati).
Pemulihan volume cairan intravaskuler secara dini dan adekuat Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID). Secara teoritis tahapan perubahan pada permeabilitas dinding vaskuler dan pengaruhnya terhadap perbedaan tekanan onkotik cairan intravaskuler dan ekstravaskuler .

Pada saat terjadi kebocoran plasma, albumin, air dan elektrolit keluar dari kompartemen intravaskuler kedalam kompartemen ektravaskuler . Dengan adanya protein dalam kompartemen ektravaskuler tekanan osmotik cairan ekstra-vaskuler meningkat dan perbedaan (gradien) tekanan osmotik infra dan ektra vaskuler menurun dengan akibat penarikan masuk air dan elektrolit pada sisi kapiler venus menurun.

Berkurangnya cairan yang masuk kembali ke kompartemen intravaskuler menyebabkan terjadinya hipovolemi intravaskuler, hemokonsentrasi, viskositas darah meningkat, aliran darah menurun, perfusi jaringan berkurang dan mungkin terjadi renjatan dengan komplikasi yang berat yaitu KID yang dapat menyebabkan intravaskuler menyebabkan terkumpulnya cairan di kompartemen ektravaskuler yang dapat bermanifestasi se-bagai cairan pleura, ascites dan cairan pada dinding organ di perut.

Sumber
http://hidayat89.dagdigdug.com

1 komentar:

Anonim mengatakan...

terima kasih untuk info yang bagus tentang demam berdarah.

dukung gerakan nasional cegah DB


Jadi bagian dari Gerakan Nasional Cegah DB

FB Group:
http://www.facebook.com/group.php?gid=266457224101

FB Page:
http://www.facebook.com/pages/Gerakan-Nasional-Cegah-DB/433761825004