Niat Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh mengevaluasi kebijakan otonomi penerimaan mahasiswa yang dinilainya merugikan masyarakat agaknya bisa dipandang sebagai janji kedua setelah janjinya yang pertama untuk meniadakan ujian penerimaan mahasiswa.
Dalam janjinya yang pertama, yang diucapkan setelah pengangkatannya sebagai Mendiknas dalam Kabinet Indonesia Bersatu II, Mohammad Nuh mengatakan akan meniadakan ujian penerimaan mahasiswa dengan memanfaatkan hasil ujian nasional sebagai parameter masuk ke perguruan tinggi.
Menurut Mendiknas saat itu, sangat disayangkan jika hasil ujian nasional untuk siswa sekolah lanjutan tingkat atas tidak dimanfaatkan sebagai patokan standar nilai masuk perguruan tinggi.
Komitmen Mendiknas itu di kemudian hari ternyata mendapat tentangan dari berbagai pihak baik dari Komisi X DPR yang menangani masalah pendidikan nasional maupun kalangan perguruan tinggi.
Pada dasarnya kalangan perguruan tinggi merasa keberatan jika nilai ujian nasional itu dijadikan alat ukur masuk perguruan tinggi karena hasil ujian nasional tidak mencakup kompetensi akademis tiap program studi yang memiliki karakteristik berbeda.
Akhirnya Mendiknas menerima keberatan mereka sehingga tekad untuk menghapus ujian penerimaan mahasiswa dibatalkan.
Ketika berita niat penghapusan ujian penerimaan mahasiswa itu dirilis media massa, sambutan positif dari masyarakat cukup meluas. Mereka secara umum merasa dibebaskan dari jerat biaya pembelian formulir ujian masuk perguruan tinggi yang cukup mahal.
Namun tak lama setelah komitmen penghapusan itu dibatalkan, kekecewaan kembali dirasakan oleh mereka yang berkepentingan dengan nasib putra-putri yang hendak masuk ke perguruan tinggi.
Tampaknya Mendiknas masih berikhtiar mengobati kekecewaan masyarakat dengan niatnya yang hendak mengevaluasi otonomi penerimaan mahasiswa, sebagaimana dilontarkan dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR pekan ini.
Mendiknas menyadari bahwa kebijakan otonomi penerimaan mahasiswa di perguruan tinggi negeri (PTN) selama ini menimbulkan keluhan masyarakat soal banyaknya jalur masuk PTN. Para calon mahasiswa memang diberi peluang berkali-kali masuk perguruan tinggi negeri dengan mengikuti tes di berbagai jalur. Konsekwensinya, calon masiswa tersebut harus membeli formulir ujian sebanyak ujian yang dia ikuti.
Harga tiap formulir yang berkisar Rp200 ribu hingga Rp300 ribu dirasakan memberatkan untuk ukuran rata-rata calon mahasiswa.
"Kami akan evaluasi kebiajakan otonomi penerimaan mahasiswa itu. Jika merugikan, akan kami buat regulasi khusus mengenai hal itu," kata Mendiknas.
Tanggapan publik
Kalangan masyarakat yang menjadi pemangku kepentingan pendidikan tinggi menanggapi niat Pemerintah untuk mengevaluasi otonomi penerimaan mahasiswa itu dengan harapan bahwa pemerintah perlu serius dengan niat yang telah dilontarkan ke publik itu.
"Bagi orangtua berduit, kebijakan otonomi penerimaan mahasiswa tak masalah. Tapi bagi kami yang berekonomi sedang-sedang saja kebijakan itu menyesakkan dada," kata Amilamin (48), yang membuka usaha biro iklan.
Dia menginginkan anaknya kedua, yang kini duduk di bangku kelas III SMU N 8 Bekasi, bisa masuk perguruan tinggi negeri dengan biaya ujian masuk perguruan tinggi yang ringan dan bisa sekali ujian langsung diterima.
Pengalaman tahun sebelumnya dengan anak pertamanya yang gagal masuk PTN setelah mengikuti tiga kali seleksi masuk perguruan tinggi membuat Amilamin kecewa. "Hampir sejuta rupiah untuk biaya formulir dan transpor melayang," tuturnya.
Harapan Ny Mira (39), yang akan menguliahkan putrinya tahun ini, adalah bahwa Mendiknas serius untuk mengevaluasi kebijakan otonomi penerimaan mahasiswa yang menenggang banyaknya jalur masuk PTN.
"Kenapa tidak disederhanakan seperti saat saya masuk PTN tahun 80-an? Saat itu tiap lulusan hanya bisa ikut ujian paling banyak dua kali lewat sistem ujian Perintis," kata karyawan Pemda DKI Jakarta itu.
Tampaknya Kementerian Pendidikan Nasional dan Komisi X DPR sedang dinanti oleh masyarakat untuk menelorkan kebijakan penerimaan mahasiswa baru 2010 yang sederhana, tak memberatkan dan terbebas dari kesan mendidik calon mahasiswa berjiwa spekulatif dengan mengikuti banyak tes. Seperti membeli banyak kupon undian, siapa tahu ada satu yang mengena sasaran! .
Antara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar