Pemerintah harus lebih konsisten mendukung usaha pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia (PPTKIS) menempatkan calon TKI yang berkualitas. Hal ini disebabkan pemerintah tidak juga menindak pihak-pihak yang memperdagangkan sertifikat pelatihan calon TKI asli tetapi palsu karena diberikan kepada mereka tanpa pelatihan minimal 200 jam.
Menurut juru bicara tiga asosiasi PPTKIS Yunus M Yamani di Jakarta, Rabu (24/2), 3 persen PPTKIS dari sekitar 190 perusahaan yang menempatkan TKI ke kawasan Arab Saudi tidak menggunakan sistem pelatihan 200 jam namun tetap dilayani proses dokumennya oleh pemerintah.
“Kami dari tiga asosiasi yang menempatkan TKI ke Arab Saudi tidak akan melaksanakan lagi sistem pelatihan 200 jam melalui BLKLN (balai latihan kerja luar negeri),” jelas Yunus.
Ketiga asosiasi tersebut adalah Himpunan Jasa Pengusaha Tenaga Kerja Indonesia (Himsataki), Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati), dan Indonesia Development Employee Association (Idea).
Yunus menjelaskan, meski ada 3 persen PPTKIS atau sekitar 10 perusahaan tidak melatih calon TKI minimal 200 jam, kondisi ini menyulitkan pemerintah menekan jumlah TKI bermasalah.
“Dengan tidak konsistennya pemerintah dalam menegakkan hukum dan peraturan yang dibuat, maka terkesan mengadu domba antarPPTKIS,” ungkapnya.
Sebelumnya, Menakertrans menerbitkan Permenakertrans No.23/MEN/IX/2009 tentang Pendidikan dan Pelatihan Kerja Bagi Calon TKI di Luar Negeri yang diterbitkan November 2009. Program pelatihan minimal 200 jam diberikan kepada calon TKI baru dan 100 jam untuk mantan TKI yang ingin kembali bekerja ke luar negeri.
Sampai kini, ada 81 BLKLN yang dianggap layak melaksanakan sertifikasi kompetensi dari 140 BLKLN yang dimiliki PPTKIS, bahkan sekitar 3.100 orang TKI sudah dilatih di 51 BLK dengan program 200 jam selama 21 hari.
Sumber
JAKARTA, KOMPAS.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar