Jumat, 05 Februari 2010

Membedah Kejahatan Internet di Indonesia

Indonesia ternyata menempati posisi keenam terbesar di dunia atau keempat di Asia dalam tindak kejahatan Internet. Meski tidak secara rinci disebutkan kejahatan macam apa saja yang terjadi di Indonesia maupun warga negara Indonesia (WNI) yang terlibat dalam kejahatan ini, hal ini merupakan peringatan bagi semua pihak untuk mewaspadai kejahatan yang telah, sedang, dan akan muncul dari penggunaan teknologi informasi ini.

Sebab, kasus-kasus yang terjadi di Indonesia dan melibatkan WNI seperti pembobolan rekening nasabah Bank Central Asia (BCA) lewat fasilitas perbankan melalui Internet (Internet banking), perebutan domain Mustika Ratu, pencurian kartu kredit (carding) serta pornografi anak, hanya merupakan sebagian dari kejahatan yang ada lewat jaringan networks of networks ini. Dalam catatan The John Marshall Law School, Chicago, AS, kurang lebih ada 30 subyek yang berpeluang memunculkan kejahatan Internet, termasuk soal hak cipta, perlindungan konsumen, perlindungan anak-anak, pelecehan, kebebasan berbicara, perjudian, dan sebagainya.
Tren kejahatan Internet di berbagai negara belakangan ini terlihat meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah pengguna Internet. Di Jepang, kepolisian Jepang menyatakan bahwa kasus kejahatan di Jepang yang melibatkan teknologi Internet melonjak sekitar 60 persen hanya dalam waktu setengah tahun. Kebanyakan kejahatan itu berkaitan dengan transaksi serta prostitusi online.
Di Cina, sebelum disahkannya UU Kejahatan Internet tahun 2000 lalu, Kementerian Keamanan Publik RRC menyatakan, lebih dari 1.000 jenis kejahatan Internet terjadi dalam enam bulan pertama tahun tersebut. Jumlah itu hampir sama dengan kejahatan serupa di tahun sebelumnya. Hanya saja, uniknya, Cina mempunyai terminologi tersendiri untuk mengategorikan sesuatu sebagai kejahatan Internet. Antara lain, mempromosikan kemerdekaan Taiwan ataupun menggunakan Internet untuk menghasut kekuasaan negara, menggoyang sistem sosialis, serta kegiatan-kegiatan subversif lainnya.
Di dalam negeri, kejahatan Internet yang melibatkan warga Indonesia, baik pelaku maupun korban, tidak hanya dalam lingkup lokal saja, namun mendunia. Beberapa modus operandi kejahatan Internet tersebut di antaranya adalah pencurian kartu kredit, kejahatan perbankan melalui Internet, pornografi anak, serta penipuan lewat berbagai situs maupun e-mail.
Kejahatan “online”
Dampak kejahatan kartu kredit yang dilakukan lewat transaksi online, oleh carder orang Indonesia, membuat beberapa merchant online di AS dan Australia sudah memasukkan Indonesia ke dalam daftar hitam mereka. Bahkan ada dugaan kuat, FBI tengah menjadikan beberapa kota di Indonesia sebagai sasaran pengawasan langsung. Hal ini terjadi karena carder, yang ada menyejajarkannya dengan hacker dan cracker, merugikan beberapa pihak asing.
Seperti yang terjadi di Yogyakarta. Polda DI Yogyakarta menangkap lima carder dan mengamankan barang bukti bernilai puluhan juta, yang didapat dari merchant luar negeri. Begitu juga dengan yang dilakukan mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Bandung, Buy alias Sam. Akibat perbuatannya selama setahun, beberapa pihak di Jerman dirugikan sebesar 15.000 DM (sekitar Rp 70 juta).
Para carder beberapa waktu lalu juga menyadap data kartu kredit dari dua outlet pusat perbelanjaan yang cukup terkenal. Caranya, saat kasir menggesek kartu pada waktu pembayaran, pada saat data berjalan ke bank-bank tertentu itulah data dicuri. Akibatnya, banyak laporan pemegang kartu kredit yang mendapatkan tagihan terhadap transaksi yang tidak pernah dilakukannya.
Dunia perbankan dalam negeri juga digegerkan dengan ulah Steven Haryanto, yang membuat situs asli tetapi palsu layanan perbankan lewat Internet BCA. Lewat situs-situs “Aspal”, jika nasabah salah mengetik situs asli dan masuk ke situs-situs tersebut, identitas pengguna (user ID) dan nomor identifikasi personal (PIN) dapat ditangkap. Tercatat 130 nasabah tercuri data-datanya, namun menurut pengakuan Steven pada situs Master Web Indonesia, tujuannya membuat situs plesetan adalah agar publik memberi perhatian pada kesalahan pengetikan alamat situs, bukan mengeruk keuntungan.
Persoalan tidak berhenti di situ. Pasalnya, banyak nasabah BCA yang merasa kehilangan uangnya untuk transaksi yang tidak dilakukan. Ditengarai, para nasabah itu kebobolan karena menggunakan fasilitas Internet banking lewat situs atau alamat lain yang membuka link ke Klik BCA, sehingga memungkinkan user ID dan PIN pengguna diketahui. Namun ada juga modus lainnya, seperti tipuan nasabah telah memenangkan undian dan harus mentransfer sejumlah dana lewat Internet dengan cara yang telah ditentukan penipu ataupun saat kartu ATM masih di dalam mesin tiba-tiba ada orang lain menekan tombol yang ternyata mendaftarkan nasabah ikut fasilitas Internet banking, sehingga user ID dan password diketahui orang tersebut.
Pornografi anak
Kejahatan Internet lainnya yang melibatkan Indonesia adalah pornografi anak. Beberapa waktu lalu Pemerintah AS menangkap lebih dari 100 orang yang diduga terlibat kegiatan pornografi anak. Dari situs yang memiliki 250 pelanggan dan dijalankan di Texas, AS, pengoperasiannya dilakukan di Rusia dan Indonesia. Untuk itulah, Jaksa Agung AS John Ashcroft sampai mengeluarkan surat resmi penangkapan terhadap dua warga Indonesia yang terlibat dalam pornografi yang tidak dilindungi Amandemen Pertama.
Para pengguna Internet juga harus waspada dengan adanya modus penipuan lewat situs-situs yang menawarkan program-program bantuan maupun multilevel marketing (MLM). Seperti dalam program bernama Given in Freedom Trust (GIFT) dari sebuah situs yang tadinya beralamat di http://www.entersatu.com/danahibah. Dalam program ini, penyelenggara mengiming-imingi untuk memberikan dana hibah yang didapat dari sekelompok dermawan kaya dari beberapa negara bagi perorangan atau perusahaan, dengan syarat mengirimkan sejumlah dana tertentu ke rekening tertentu tanpa nama. Program ini menggiurkan karena untuk perorangan tiap pemohon bisa mendapat 760 dollar AS/bulan dan 3.000 dollar AS/ bulan untuk perusahaan.
Penipuan lainnya dilakukan lewat surat elektronik (e-mail). Penipuan lewat media ini bahkan diindikasikan sebagai bagian dari mafia internasional. Modus operandinya, seseorang yang berasal dari luar negeri, kebanyakan dari Afrika, meminta bantuan untuk “menerima” transferan sejumlah dana dari proyek yang telah dikerjakan atau alasan lain ke rekening calon korbannya.
Iming-imingnya, uang yang bernilai milyaran rupiah itu, 30 persen akan menjadi milik korban. Hanya saja, kemudian diketahui, dari beberapa laporan, mereka terlebih dahulu harus mengirimkan sekitar 0,1 persen dari dana yang akan menjadi milik korban kepada penipu tersebut. Ujungnya, setelah dikirim, uang yang dijanjikan tidak juga diterima. Para korban pun takut melapor karena selain kasus ini terkait dengan pihak luar, mereka juga takut dengan mungkin saja malah dituduh terkait dengan “pencucian uang” internasional.
Yang bisa diperbuat?
Untuk mengantisipasi makin meningkatnya kejahatan Internet, yang krusial diperlukan adalah kejelasan hukum mengenai teknologi informasi ini. Tidak cukup dalam lingkup nasional saja, Indonesia harus ikut aktif juga bersama negara-negara lain dalam lingkup regional maupun global, menyiapkan perangkat pengamanan guna melindungi diri dari penyalahgunaan Internet dan meningkatnya cyber crime.
Seperti yang dilakukan Dewan Eropa. Sebanyak 26 negara Eropa beserta Kanada, Jepang, AS, dan Afrika Selatan menandatangani perjanjian guna memberikan kerangka kerja dalam upaya memerangi berbagai jenis kejahatan yang berkaitan dalam jaringan komputer. Selain itu, perjanjian tersebut juga membuat suatu definisi kejahatan dan memberi jalan keluar cara membangun kerja sama internasional dalam investigasi dan penuntutan.
Meski belum ada aturan yang tegas mengenai kejahatan Internet saat ini, itu tidak berarti adanya kevakuman hukum. Kejahatan Internet sesungguhnya dapat pula dibidik dengan aturan-aturan yang sudah ada. Seperti kasus pencurian data kartu kredit ataupun tabungan yang bisa dibidik dengan pasal-pasal pencurian atau kejahatan perbankan, dalam kasus pornografi pelaku dapat dijerat pasal-pasal yang berhubungan dengan pelanggaran kesusilaan, penipuan lewat situs dan e-mail yang bisa dikenakan pasal-pasal penipuan, kemudian untuk perlindungan pengguna Internet, seperti dalam jual beli lewat Internet, bisa diterapkan UU perlindungan konsumen.
Hal penting lainnya adalah memberdayakan pengguna Internet itu sendiri. Sebab, meski secara teknologi bersifat netral, Internet bisa menjadi pisau bermata dua. Bisa dimanfaatkan dalam meningkatkan peran aktif masyarakat dalam proses demokrasi dan menawarkan berbagai layanan yang bersifat membangun, tetapi juga bisa bersifat merusak. Karena berpotensi digunakan untuk kriminalitas, pengguna Internet yang masih awam perlu diberdayakan agar tidak menjadi sasaran empuk penjahat Internet.
Dalam kasus kejahatan perbankan melalui Internet, berbagai kasus yang terjadi perlu mendapat perhatian penyelenggara fasilitas ini. Infrastruktur terutama sistem keamanan jaringan dan kerahasiaan nasabah pengguna fasilitas ini hendaknya benar-benar dipertimbangkan sebelum e-banking diluncurkan.
Dalam kasus pornografi, yang terpenting, hendaknya tidak memproduksi gambar-gambar vulgar apalagi yang melibatkan anak-anak. Kalaupun menerima gambar-gambar tersebut, sebaiknya segera hapus dan tidak menyebarkannya lebih jauh. Sebab salah-salah, Anda-lah yang nanti akan dituduh sebagai penyebar pornografi anak. Sedang bagi mereka yang suka berlangganan situs esek-esek, baiknya dihentikan. Jika tidak, ketika menjadi anggota situs porno dan ternyata di dalamnya mengandung unsur pornografi anak, otomatis Anda telah menjadi bagian dari jaringan pornografi anak. Dan selanjutnya, tuntutan hukum internasional siap menanti. Berhati-hatilah!
HERU SUTADI, Pengamat Telematika Universitas Indonesia

.
Cyber Censors
ASPEK pornografi merupakan sebuah sisi gelap dari berbagai kelebihan yang ditawarkan oleh internet. Banyak orang tua resah dengan penetrasi informasi sexual yang vulgar pada berbagai situs web yang ada. Bahkan internet, bagi sebagian orang, telah dicap buruk dan menyesatkan. Banyak keluarga yang takut karena koneksi internet yang tersedia di rumah bisa menjadi referensi menarik tentang sex bagi anak-anak mereka yang masih belia.
Dalam sebuah studi kasus yang dirilis oleh Departemen Pendidikan Amerika Serikat, seperti dikutip oleh PC Magazine Online, edisi Oktober 1996, diungkapkan bahwa 62% sekolah-sekolah yang berada di lingkungan elit telah memiliki koneksi ke internet. Hanya 31% sekolah di lingkungan kumuh yang memiliki koneksi ke internet. Dan, dari hasil penelitian tersebut terungkap bahwa 82% siswa dari sekolah-sekolah elit tersebut mengakses berbagai informasi dari PC di rumah, dan hanya 14% siswa dari sekolah-sekolah di kawasan kumuh yang mengakses internet dari rumah mereka.
Dari hasil penelitian tersebut terungkap bahwa keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan banyak informasi kepada anak-anaknya. Melalui keluarga pula seorang anak bisa mengakses informasi tentang apa saja dari jaringan internet, termasuk pornografi.
Di Amerika Serikat sendiri banyak orang tua yang resah, karena kebebasan informasi yang disajikan oleh internet bisa meracuni jiwa anak-anaknya. Terutama dari situs-situs pornografi yang vulgar. Berbagai upaya pun dilakukan guna menghindari efek negatif tersebut. Salah satu diantaranya adalah yang dilakukan oleh Microsoft dan MCI yang mengembangkan sebuah program: “School on the Web” . Ini merupakan sebuah program yang dirancang untuk membantu sekolah-sekolah dasar dan menengah di Amerika Serikat untuk menghadirkan informasi tentang dunia pendidikan di internet. MCI sendiri memberikan 10 MB kepada setiap sekolah untuk memanfaatkan web space tersebut untuk keperluan pendidikan. Program ini juga menjadi referensi informasi bagi para guru dan berfungsi pula sebagai media untuk mengembangkan perencanaan kurikulum.
Upaya-upaya untuk mengantisipasi serbuah situs pornografi telah banyak dilakukan. Teknologi di bidang internet software pun banyak yang diciptakan. Sebut saja Solid Oak Software, dengan produk andalannya Cybersitter. Software ini bekerja melalui tiga tahap: Mengunci akses ke URL (Uniform Resource Locator) tertentu (Web, FTP Sites, dan Usenet News Group). Yang kedua adalah dengan menyensor key words tertentu, dan yang terakhir berfungsi sebagai penyensor file-file tertentu.
Disamping cybersitter, software lainnya yang cukup populer adalah Net Nanny dan Surf Watch. Kedua software ini, disamping memiliki keunggulan seperti yang dimiliki oleh cybersitter, juga memiliki kemampuan untuk menyensor IRC chat rooms, Gopher, dan E-mail.
Berbagai internet software ini sedikit banyak bisa mengurangi efek penetrasi sexual yang ditimbulkan oleh internet. Sekalipun banyak kelemahan yang ada pada berbagai software tersebut, akan tetapi paling tidak Anda bisa bernapas sedikit lega dan tidak berprasangka buruk terhadap teknologi internet. Memang sangat tidak mungkin untuk bisa menyensor jaringan internet. Internet adalah sebuah jaringan global tanpa batas wilayah geografis. Internet milik semua orang. Tak ada informasi yang tak mungkin untuk bisa hadir di jaringan ini.
Kebebasan yang ditawarkan oleh internet memang terjadi karena untuk hadir di jaringan tersebut tidak membutuhkan biaya yang besar. Bahkan, ketika Anda telah memiliki sebuah FTP Account dari salah satu Internet Service Provider (ISP), dan membayar sewa Web Hosting untuk homepage yang telah Anda kreasikan, maka seketika itu juga Anda telah memiliki fasilitas istimewa untuk mentransfer file/informasi Anda ke jaringan internet, kapan saja, dimana saja, tanpa seorang pun yang bisa melarang. Semua terserah Anda. Kebebasan tersebut dapat Anda peroleh apabila homepage Anda ditempatkan pada salah satu ISP di luar negeri, dan memiliki FTP Account pada ISP tersebut.
Di Indonesia, jangan harap Anda bisa mendapatkan “kebebasan” tersebut, karena ada aturan-aturan tertentu yang telah menjadi kesepakatan berbagai ISP yang tergabung dalam APJII (Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia). Disamping itu banyak ISP yang tidak mau mengambil resiko dengan menghadirkan informasi-informasi tertentu, terutama pornografi, di server mereka. Padahal hingga saat ini belum ada undang-undang yang secara khusus membahas permasalahan seputar pembatasan pornografi di internet.
Apapun alasannya, situs pornografi tetap merupakan situs yang selalu menarik user untuk sekedar mem-browser dan menikmati sajian vulgar tersebut. Harian USA Today edisi 28 Agustus 1997 yang lalu, dalam sebuah studi media yang dilakukannya, menyimpulkan bahwa 28.2 % orang Amerika yang online, pernah mengunjungi situs-situs porno di internet. 20% dari mereka mengggunakan fasilitas search engine untuk menemukan situs-situs sex tersebut.
Search engine agaknya menjadi fasilitas yang memudahkan user, terutama anak-anak untuk bisa mendapatkan topik-topik tertentu di internet. Pornografi misalnya. Fasilitas inilah yang menjadi kendala bagi banyak pihak yang kontra terhadap penyajian pornografi di internet. Fasilitas ini pula yang kemudian banyak digunakan oleh banyak user untuk mendapatkan informasi yang menjadi incarannya. Hanya dengan menuliskan sesuatu key word tertentu, Anda telah mendapatkan semua itu dalam sekejap. Studi dari USA today, seperti disebutkan diatas juga mengungkapkan bahwa 10 - 20% dari berbagai search engine di internet mencari informasi tentang pornografi.
Teknologi informasi (baca: internet), sama dengan teknologi lainnya: Ada sisi positif dan sisi negatifnya. Sisi buruknya adalah sisi yang dituding oleh mereka yang kontra, sebagai pemicu dari berbagai keresahan sosial yang timbul. Sedangkan sisi positifnya telah banyak membantu dan mempermudah aktivitas kita dalam hal mendapatkan beragam informasi aktual setiap saat. Apakah Anda akan terlena dengan imajinasi sexual yang disajikan dalam situs-situs tersebut, atau menikmat sajian informasi aktual tentang berbagai yang terjadi di seluruh belahan dunia. Ini adalah sebuah keputusan yang sangat pribadi sifatnya. Anda-lah yang bisa memberikan contoh kepada anak-anak Anda. Karena ketika mouse komputer sudah ditangan Anda, segala informasi bisa didapatkan secara instant. Dan internet hanyalah sebuah media yang membantu Anda mewujudkan angan-angan Anda.

Internet dan industri seks saling bahu membahu

satulelaki.com - Bagaimana memberantas pornografi? Tindakan keras atas industri VCD porno seperti bermain petak umpet dengan pelakunya. Belum lagi memperhitungkan buku-buku stensilan, gambar-gambar menggiurkan yang dijual bebas nyaris di semua penjuru kota. Dan satu lagi: akses internet seperti bahu membahu saling menyokong dengan industri pornografi.
Tak banyak yang sadar, adalah situs-situs penyedia jasa seks virtual yang pertama kali mengembangkan internet dan fungsi multimedianya. Mereka pioner kreatifitas teknologi dengan merekam gambar-gambar dalam video dan kemudian menjualnya melalui keanggotaan situs dimaksud dengan bayaran tertentu.
Tanpa banyak bicara, mereka jugalah yang pertama mengembangkan teknologi video streaming melalui internet, demi kebutuhan mereka sendiri.
Industri seks maya itu pula yang mengembangkan call centre semacam mekanisme komunikasi dua arah yang memungkinkan pengguna jasa dan penyedia saling menemukan kebutuhan mereka. Yang pertama menemukan jasa pornografi secara verbal, yang terakhir membutuhkan keanggotaan dan konsumen yang fanatik.
Inilah yang dinamakan simbiosa mutualistis antara industri seks virtual dan internet, sama-sama saling membutuhkan dan saling membantu.
Itu baru dari segi teknologi. Tak adakah yang tahu bahwa akses terhadap situs-situs seks sebegitu besarnya sehingga menghasilkan nilai omset setara dengan 1,3 miliar dolar Australia setahunnya, tulis Paul Ham, penerbit majalah ebusiness www.businessgene.com, dalam sebuah tulisan di Sydney Morning Herald.
Nilai sebesar itu hanya bisa ditandingi oleh industri makanan ‘antri-bawa’ (takeaway food) di seantero negeri kanguru itu jika mereka dikumpulkan menjadi satu.
Tahukah pula Anda bahwa baru-baru ini seorang konsultan keamanan komputer yang disewa untuk membenahi masalah itu di dalam Gedung Putih menemukan adanya akses internet dalam jumlah besar dari dalam lokasi terhormat itu terhadap situs-situs pornografi yang menyediakan jasa tayangan streaming video secara real-time?
Sejumlah besar arsip video pornografis itu diketahui berhasil menembus masuk ke dalam Gedung Putih, padahal file-file itu harus melewati firewall yang tentu saja sudah terhitung sangat canggih untuk ukuran Amerika guna melindungi kemungkinan tersusupinya sistem komputer kepresidenan, termasuk oleh mereka yang bersembunyi di balik jasa situs-situs porno.
Apa isi video itu dan siapa pengguna yang memanggil file-file dimaksud? Video itu diketahui memperlihatkan adegan-adegan hubungan homoseksual, gambar-gambar senggama manusia dengan binatang dan seks di bawah umur, hal-hal yang memalukan untuk ukuran Gedung Putih.
Penggunanya? Sejumlah nama pejabat penting di sana, dan beberapa di antaranya adalah wanita.
Tidaklah mengejutkan seberapa besar kenaikan peran serta wanita dalam industri seks dimaksud, sebatas konsumen tentu saja. Menurut Ham, dibandingkan 10 tahun silam, saat mana kaum wanita hanya mengkonsumsi kira-kira 10% saja dari produk-produk pornografi online, sementara hari ini jumlahnya meningkat menjadi melebihi 40%. Itu bisa dimengerti karena kehadiran wanita di sex shop secara fisik masih dipandang dengan sebelah mata, sehingga akses secara online dan anonim memberi pertolongan yang diperlukan.
Angka di atas itu tidaklah mengherankan. Lebih dari setengah dari 100 situs favorit para CEO Amerika, termasuk wanita, adalah hard-core adult sites. Jadi bagaimana hendak memberantas pornografi bila permintaannya ternyata begitu besar. Barangkali istilah ‘pornografi’ itu sendiri yang harus diganti karena mengandung bias moral yang tidak pada tempatnya dan ketinggalan zaman?
Di Australia, larangan akan penjualan video-video dengan kandungan pornografis maupun layanan video online ditanggapi dengan mendirikan situs-situs dewasa seperti sharonausten.com dan AdultShop.com di luar yurisdiksi negeri itu. Dan sebagaimana kebanyakan industri serupa lainnya, mereka mendirikan situs-situs itu di Amerika Serikat, jauh dari jangkauan tangan aparat penegak hukum negeri sendiri.
Sementara itu di Jerman, sebuah pengadilan baru-baru ini memutuskan bahwa para pekerja berjenis kelamin perempuan di sebuah portal seks berhak untuk mendapatkan kesetaraan sebagaimana para pekerja lainnya, misalnya tunjangan-tunjangan sosial dan hak-hak karyawan lainnya. Sebelumnya, dengan beralasan bahwa industri seks tidak akan pernah mati, pemilik portal seks itu membayar para stafnya dengan tarif ‘freelance’.
Itu belum apa-apa. Sharon Austen, pemilik satu dari dua situs dewasa terkenal di Australia itu, merencanakan akan memasuki pasar modal (initial public offering) dalam waktu dekat dan mengincar keuntungan sebesar 100%. Ketujuh stafnya juga akan mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan dari pasar modal itu.
Pekerja seks itu, yang dulu disebut-sebut sebagai profesi paling tua di muka bumi, kini sudah menjelma menjadi sebuah industri raksasa yang menggurita dan mengundang setiap pemilik modal untuk berpartisipasi. Jadi, bagaimana memberantas pornografi?

Tidak ada komentar: