Jumat, 05 Februari 2010

Kisah Lagu Indonesia Raya di Acara-acara PKS

Meski berazaskan Islam, sepertinya untuk yang satu ini apa yang dilakukan PKS tak jauh berbeda. Lazimnya partai nasionalis, lagu kebangsaan Indonesia Raya dikumandangkan di setiap pembukaan acara.

Namun, lagu Indonesia Raya dinyanyikan setelah pembacaan ayat suci Alquran yang menjadi hal wajib bagi partai Islam ini. Setelah itu, barulah dinyanyikan mars partai.

Seperti yang detikcom saksikan, di dua acara PKS yang digelar di Pekanbaru, Riau, pada Jumat (8/2/2008) dalam tabligh akbar dan silaturahmi tokoh, Indonesia raya berkumandang. Mulut para aktivis, kader, dan petinggi pun komat-kamit ikut melafalkan.

Sejatinya, tradisi ini memang hal yang biasa dipakai partai bulan sabit kembar ini. “Sejak dahulu memang selalu diperdengarkan dalam setiap acara,” ujar Yusuf, seorang kader PKS.

Tapi bisik-bisik, soal lagu Indonesia Raya dan pembacaan Al-Quran pernah menjadi bahan perdebatan antara pihak protokoler Istana Kepresidenan dan pihak DPP PKS.

Ceritanya, kala itu dalam sebuah acara ulang tahun partai, Presiden SBY berkenan hadir. Lalu, jadwal pun disusun. Tapi rupanya pihak protokoler mempersoalkan penempatan lagu Indonesia Raya sesudah pembacaan Al-Quran.

Pihak istana ingin agar Indonesia Raya di kumandangkan lebih dahulu. Jadwal yang dibuat panitia pun dicoret. Tapi saat itu, Presiden PKS Tifatul Sembiring yang mengecek jadwal meminta jadwal seperti semula.

“Sampai Pak Tifatul dan Pak SBY telepon-teleponan,” cerita seorang aktivis PKS.

Akhirnya pihak istana mengalah, pembacaan Al-Quran tetap dijadikan pembuka dan lagu Indonesia raya menyusul sesudahnya.

Tapi soal kumandang lagu Indonesia Raya ini sepertinya memang belum banyak orang yang tahu. Salah satu sebab musababnya, citra partai islam yang ‘berbeda’ lebih mengarah ke partai ini dibanding kepada partai-partai lainnya.

Yang perlu dicatat, kini isu yang lebih ’seksi’ justru menghampiri partai ini. Apakah menjadi partai terbuka, dengan bisa menerima orang non muslim menjadi caleg, juga menjadi anggota atau tetap berasaskan Islam.

Bahkan pertanyaan ini banyak mengemuka dikalangan para kader. Seperti terungkap dalam dialog dengan tokoh masyarakat di Pekanbaru.

Sang Presiden Tifatul pun kembali menyampaikan, persoalan ini memang disampaikan oleh kader partainya di daerah di mana muslim menjadi minoritas, seperti Papua, NTT, Sulut, dan lainnya.

“Ini masih menjadi wacana dan kajian di majelis syuro,” imbuh Tifatul.

Isu ini memang terus mengemuka dan menjadi pertanyaan. Baik dari kader atau pun masyarakat. Apalagi mengingat target suara 20 persen yang ingin dicapai.


Oleh
Indra Subagja - detikcom

Tidak ada komentar: